Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI) Perry Warjiyo merespons positif kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menurunkan tarif impor barang-barang asal Indonesia, dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen. Ia menilai kebijakan ini akan membawa angin segar bagi perekonomian nasional.
"Secara keseluruhan dapat kami sampaikan kami menyambut baik dan akan berdampak positif terhadap prospek ekonomi baik pertumbuhan ekonomi maupun nanti juga terhadap pasar keuangan. Termasuk juga moneter dan nilai tukar ke depan," kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (16/7).
Perry optimistis dengan tarif impor yang lebih rendah, ekspor Indonesia ke AS akan tetap kompetitif. Meski kesepakatan dagang ini juga membuka peluang peningkatan impor dari AS, Perry melihat sisi positifnya.
"Tentu saja hasil perundingan ini akan meningkatkan impor, tapi tentu saja kita lihat impornya yang produktif yang tentu saja akan juga mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan baik investasi maupun secara sektor yang lain. Sehingga secara keseluruhan tentu saja dalam ke depannya ini juga akan mendukung prospek ekonomi kita khususnya dari perdagangan," ujar Perry.
Perry menilai kebijakan ini juga bakal menciptakan kepastian bagi pelaku pasar keuangan. Ia menyebut, kondisi ini akan mendorong masuknya arus modal asing dan meningkatkan optimisme dunia usaha.
"Secara keseluruhan juga akan berdampak positif terhadap ekspektasi pasar dan aliran modal asing jangka pendek ke Indonesia. Termasuk juga ini akan memperbaiki ekspektasi para pengusaha dan juga para pelaku di sektor keuangan perbankan untuk membuat keputusan-keputusan bisnis ke depan," ungkap Perry.
Perry memastikan BI akan terus mendalami dampak kebijakan tarif ini secara lebih rinci, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan sektor keuangan.
"Secara rincinya tentu saja pada waktunya kami akan menyampaikan hasil assessment secara rinci," tutur Perry.
Pertumbuhan Ekonomi Perlu Terus Didorong
Dalam kesempatan yang sama, Perry juga menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih perlu ditingkatkan, terutama di tengah tekanan global yang masih membayangi. Pada kuartal II 2025, perekonomian ditopang oleh investasi nonbangunan di sektor transportasi, serta ekspor berbasis sumber daya alam dan produk manufaktur yang cukup solid.
Namun, konsumsi rumah tangga masih belum pulih sepenuhnya. Hal ini tercermin dari data penjualan eceran yang mengalami perlambatan. Sementara secara sektoral, Lapangan Usaha (LU) Pertanian tetap menunjukkan pertumbuhan positif, terutama dari subsektor perkebunan yang didorong oleh berbagai program pemerintah.
Beberapa sektor utama seperti industri pengolahan dan penyediaan akomodasi serta makan-minum dinilai masih belum kuat. Secara wilayah, pertumbuhan tertinggi diprediksi terjadi di kawasan Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) yang diperkirakan tumbuh di atas 5 persen, sementara wilayah lain belum menunjukkan peningkatan signifikan.
“Ke depan, pertumbuhan ekonomi semester II 2025 diprakirakan membaik dan secara keseluruhan tahun 2025 diprakirakan berada dalam kisaran 4,6–5,4 persen,” kata Perry.
Optimisme itu ditopang oleh membaiknya permintaan domestik dan tetap kuatnya ekspor, seiring hasil perundingan tarif dengan AS. Perry juga m...