
China sedang mengalami gelombang panas sejak bulan Maret lalu. Hal ini menyebabkan permintaan listrik di sana mencetak rekor tertinggi.
Dikutip dari Reuters, Minggu (26/7), permintaan listrik mencetak rekor karena untuk pertama kalinya mencapai 1,5 miliar kilowatt pada pekan lalu. Namun di tengah meningkatnya permintaan listrik justru cuaca panas dapat berpengaruh pada ancaman penurunan produksi listrik.
Perwakilan Badan Meteorologi China, Chen Hui, menuturkan gelombang panas akan mengurangi kapasitas pembangkit listrik tenaga air dan menurunkan efisiensi pembangkit listrik tenaga surya.
"Cuaca dengan suhu tinggi akan mempengaruhi produksi dan pasokan listrik," ujarnya.
Maka dari itu, pemerintah China juga sudah mengirim berbagai peringatan kepada penyedia listrik untuk beberapa langkah seperti pengurangan beban puncak sampai pengalihan pasokan listrik lintas wilayah.

Wakil Direktur Pusat Iklim Nasional China, Jia Xiaolong menuturkan sejak Maret lalu rata-rata suhu harian memang mencapai 35 derajat celcius atau menjadi yang tertinggi dalam sejarah. Situasi ini utamanya terjadi di wilayah seperti Henan, Hubei, Shandong, Sichuan, Shaanxi, dan Xinjiang.
Selain itu, dalam dua minggu terakhir sekitar 407 km persegi wilayah China juga sudah terpapar suhu hingga di atas 40 derajat celsius. Di Xinjiang, suhu bahkan tercatat mencapai 48,7 derajat celsius berdasarkan catatan stasiun cuaca di sana.
Situasi gelombang panas di China ini diperkirakan masih akan berlangsung dan terus berlanjut hingga Agustus nanti.
Di tengah situasi ini, China juga sudah mengumumkan dimulainya proyek bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Nantinya bendungan tersebut akan dibangun di Tibet dengan biaya mencapai USD 170 miliar.
Dengan adanya bendungan tersebut, nantinya jumlah listrik ang bisa dihasilkan ditarget bisa mencapai 300 miliar kilowatt jam listrik per tahun. Meski disambut baik oleh investor, proyek ini menimbulkan kekhawatiran oleh beberapa negara tetangga China seperti India dan Bangladesh.