
Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, berencana menyekolahkan anak-anak yang dipaksa menjadi pengemis oleh orang tuanya di jalan dan Pasar Rengasdengklok.
Dari keenam anak, dua di antaranya pernah sekolah di tingkat SD, namun kini putus sekolah. Enam anak itu berusia 21 tahun, 17 tahun, 15 tahun, 12 tahun, 10 tahun dan paling kecil balita berusia 3 tahun.
"Kami mau tarik anaknya, sekolahkan gratis, anaknya diurus. Yang kecil dipindah ke yayasan, yang gede kami masukkan ke sekolah paket C di Bogor atau Subang," ungkap Pekerja Sosial Ahli Pertama Dinsos Karawang, Asep Riyadi, Kamis (26/6).
"Kalau untuk ibunya kami kirim ke Lembang, ada pembinaan modal usaha dan keterampilan," lanjutnya.
Tak Mau Dibina Bakal Dilaporkan ke Polisi
Asep bilang tawaran itu akan disampaikan dalam beberapa hari ke depan. Jika pihak keluarga tidak mau menerima, Dinsos akan melaporkannya ke polisi atas dugaan eksploitasi anak.
"Ini baru 2 hari, selepas 7 hari kami akan menawarkan, tapi kalau tetep kukuh enggak mau dibina, kami akan laporkan ke unit PPA, di situ ada eksploitasi anak lho, penelantaran anak secara fisik dan non fisik," jelasnya.
Dinsos Karawang menginginkan kasus semacam ini tidak terus berulang tanpa penyelesaian yang jelas.

"Intinya kami bukan menjauhkan ibu dari anak-anaknya, tapi kami menginginkan sesuatu yang memang bermanfaat ke depannya. Kita tangani hal begini banyak dan udah capek dibohongin. Kita pengin benar-benar solusi tepat sasaran dan memberikan efek jera ke yang bersangkutan," jelasnya.
"Kalau langsung dipulangin terus disangkanya kita penanganan bohong-bohongan. Ngambil, nangkep, dipulangin keluarga, nanti balik lagi, gitu aja terus," tandas Asep.
Kata Orang Tua
Iyah (40), ibu dari 6 anak tersebut mengaku keberatan jika anak-anaknya disekolahkan dalam kondisi berjauhan dengannya.
"Emak mah nggak tenang dijauhin, diurus saudara aja nggak mau. Maksudnya biarin sekolah di SD atau MI kek, tapi jangan jauh-jauh. Suka kepikiran emak mah," cetusnya.
Iyah menegaskan tidak pernah sengaja meminta-minta. Dia mengaku hanya berkeliling memulung gelas plastik untuk dijual lagi ke pengepul.
Sementara suaminya, Dating, cuma buruh serabutan yang penghasilannya tak menentu.
"Ada yang ngasih mah, Rp 10 ribu, Rp 5 ribu, enggak pernah emak minta-minta misalkan liar ke mana di Telagasari, gak minta kok," seru Iyah.
"Ngandelin (suami) kuli tandur doang mah enggak pasti, paling dapetnya Rp 30 ribu sehari. Misal ke Telagasari ngerongsok, ya gitu kan, naik motor suami mah ngerongsok, suka ada yang ngasih dia yang bakar sampah," jelasnya.
Pengakuan Anak
DN (17 tahun), satu dari enam anak yang diduga dipaksa mengemis oleh kedua orang tuanya, menolak jika harus melanjutkan kembali sekolah.
Dinas Sosial (Dinsos) Karawang mulanya berencana menyekolahkan 6 anak Iyah agar mendapatkan hak pendidikan yang layak.
"Enggak mau. Malu ah udah gede," ucap DN ditemui di Rumah Singgah Dinsos Karawang, Kamis (26/6).
Di samping itu, ia mengaku sudah menikah sejak dua bulan lalu, sehingga tidak tidak terlintas di pikirannya harus kembali bersekolah.
"Iya udah ada suami. Suami kerjanya ngikut orang bikin lemari," katanya.
Saat ini ia cuma ingin kembali pulang ke rumahnya. Urusan ekonomi, ia pasrahkan sepenuhnya pada suami dan kedua orang tuanya.
"Rumah sendiri belum ada. Kadang nginep di rumah suami, kadang di rumah (sendiri). Sekarang mah pengin ngikut suami aja gimana-gimananya," tutur DN.