Fattah Rochim, warga Pulolor, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, membawa uang koin yang diisi ke sebuah galon ke Kantor Bapenda Jombang, pada Senin (11/8) kemarin. Ia protes karena pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perdesaan (PBB-P2) naik hampir 400 persen.
Fattah mengatakan, berdasarkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), pajak rumahnya di Jalan Kapten Tendean, RT 3 RW 5, Desa Pulolor, Kecamatan/Kabupaten Jombang, pada tahun 2023 dikenakan PBB-P2 sebesar Rp 334.178.
Namun, pada tahun 2024, tagihan PBB P2 rumahnya melonjak menjadi sekitar Rp 1,2 juta dan meningkatkan Rp 100 ribu pada tahun 2025 menjadi sekitar Rp 1,3 juta.
"Itu awal pembayaran hanya sekitar 400 ya kurang lebihnya 2023. Terus 2024 menjadi Rp 1,2 juta sekian kan gitu ya," ujar Fattah kepada kumparan, Selasa (13/8).
Fattah mengaku pernah menanyakan kebijakan itu ke pemerintah desa dan Bapenda Jombang pada tahun 2024. Namun, jawaban yang diterima kurang memuaskan serta tidak pernah sosialisasi kenaikan pajak rumahnya.
"Nah, ini yang saya sayangkan seperti itu terus saya datang ke Bapenda waktu itu klarifikasi dan jawabannya macam-macam lah. Yang sudah ada appraisal, yang segala macam. Ternyata saya cross check itu enggak ada appraisal gitu loh. Enggak ada appraisal dan tidak ada sosialisasi," ucapnya.
Ketika itu Fattah hanya dijanjikan evaluasi dari pihak Bapenda Jombang. Akan tetapi, setahun berselang ia malah mendapatkan pemberitahuan kembali kenaikan PBB P2 rumahnya menjadi sekitar Rp 1,3 juta.
"Setelah 2025, dapat surat kemarin naik Rp 100 ribu lagi menjadi Rp 1,3 juta sekian. Nah, inilah yang saya sayangkan itu," ujarnya.
Bahkan, Fattah terkejut ketika mengetahui adanya denda 1 persen per bulan. Hal ini membuat total tagihan pajaknya membengkak hingga sekitar Rp 2,5 juta.
Merasa jengkel, Fattah akhirnya pergi ke Kantor Bapenda Jombang dengan membawa satu galon berisi uang koin tabungan milik anaknya sejak SMP hingga kuliah.
Uang koin tersebut rupanya belum bisa menutupi total tagihan pajak sepenuhnya. Ia hanya sanggup membayar tagihan hingga tahun 2024.
"Karena dalam 2 tahun akhirnya kan saya sendiri kan namanya pajak yang harus dituntaskan. Saya enggak bisa membayar dua angsuran itu. Terus saya ada celengannya anak saya yang sudah mulai dari SMP sekarang sudah semester dua. Tak bawa satu galon itu ke Bapenda," ungkapnya.
"Nilai uang itu sekitar Rp 2 juta lebih dikit itu. Saya bayarkan dua kali enggak cukup. Masih ada sisa sekitar Rp 800 ribu kalau enggak salah itu. Terus akhirnya saya bayar yang 1 tahun dulu, yang tahun 2024," tambahnya.
Fattah menyebut ada sekitar 5.000 warga yang juga mengajukan keberatan ke Bapenda Jombang dengan adanya kebijakan ini.
"Ya banyak. Kemarin saya tanya ada berapa? Ini yang sudah keberatan ada 5.000. Saya bahasa keberatan itu kan lucu itu loh. Ada pajak kok ada bahasa keberatan," ujarnya.
"Saya tanya itu kan keberatan sama dengan tawar-menawar. Apakah ada pajak tawar-menawar? Keberatan itu kan sama dengan tawar-menawar. Akhirnya kan muncul ditawar, ya kan? Oh, enggak boleh," lanjutnya.