
Tri Hari Prasetyo (62) tak kuasa menyembunyikan rona keletihan di wajahnya. Sudah lebih dari 17 jam ia terjebak antrean di jalur menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Sopir truk asal Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi yang seharusnya sudah tiba di Bali ini hanya bisa pasrah, menanti giliran untuk menyeberang. Tri berangkat dari Surabaya untuk mengambil muatannya sejak Rabu (16/7) pukul 06.00 WIB, membawa muatan sabun untuk dikirim ke Bali.
Sekitar pukul 22.00 WIB, ia tiba di wilayah Kecamatan Wongsorejo, dan langsung disambut pemandangan puluhan kendaraan besar yang mengular. Sejak saat itu, perjalanannya terhenti.
"Biasanya dari Bangsring ke pelabuhan cuma 20 menit, ini saya terjebak sejak jam 10 malam, dan hingga sore belum juga bisa masuk," keluh Tri, Kamis (17/7).

Baginya, kemacetan kali ini adalah yang terparah selama ia menjajal rute penyeberangan ke Bali. Dalam kondisi normal, ia bisa berangkat pagi hari dan tiba di Bali dini hari tanpa hambatan berarti.
“Sering ke Bali, tapi macet yang ini paling parah. Biasanya kalau berangkat jam 7 pagi, jam 2-3 dini hari sudah sampai," ungkapnya.
Hingga Kamis sore pukul 15.29 WIB, Tri masih tertahan di depan pintu masuk pelabuhan, belum juga mendapat panggilan untuk masuk ke area penampungan atau kantong parkir antrean.
Menurutnya, kondisi ini jelas merugikan. "Rugi pasti, kita kan kerja ikut gaji borongan, makin lama antre makin besar keluar uang," ujarnya pasrah.
Meskipun demikian, Tri bersyukur perusahaannya di Bali memahami kondisi yang ia alami. "Saya sudah konfirmasi ke admin, katanya dimaklumi," tambahnya.
Dampak Kebijakan Penonaktifan Kapal Mendadak

Kemacetan panjang yang membuat Tri dan ribuan sopir lainnya terjebak ini bukan tanpa sebab. Informasi yang ia terima dan ramai diperbincangkan di kalangan sopir, adalah berkurangnya jumlah kapal yang dioperasikan di Dermaga LCM Pelabuhan Ketapang.
Sebelumnya, sebanyak 15 kapal eks LCT (Landing Craft Tank) yang melayani pelayaran di dermaga tersebut dinonaktifkan secara mendadak. Akibatnya, kini pelayaran angkutan logistik hanya dilayani oleh enam kapal saja.
Pantauan kumparan, hingga Kamis (17/7) sore, antrean yang didominasi kendaraan logistik ini mengular sepanjang 23 kilometer, membentang dari pintu masuk pelabuhan hingga Desa Alasrejo, Kecamatan Wongsorejo.
Sempat Picu Kisruh, Para Sopir Blokade Pelabuhan
Kebijakan ini sempat memicu kekesalan para sopir truk logistik yang sempat memblokir akses masuk dermaga LCM lantaran frustrasi menunggu terlalu lama. Imbasnya, kemacetan parah mengular sejak Rabu (16/7) dini hari .
Ketua Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI) Slamet Barokah menjelaskan, pembatasan operasi kapal yang mendadak dan tanpa informasi awal ini membuat para sopir kepalang masuk pelabuhan dan akhirnya terjebak.
“Artinya kekurangan kapal ini sungguh-sungguh kerugian yang luar biasa buat kami. Kerugiannya itu logistik jadi tersendat untuk didistribusikan ke wilayah Bali. Sopir juga mengalami kerugian," kata Slamet.
Slamet menegaskan, para sopir sebetulnya memahami seluruh upaya pemerintah untuk menertibkan operasi kapal demi keselamatan pelayaran, menyusul insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya. Salah satu aturan itu adalah evaluasi terhadap kapal-kapal eks-LCT.
Namun, ia berharap ada solusi yang dipersiapkan sebelum pembatasan drastis dilakukan. "Kalau mau menertibkan seperti itu, tolong persiapkan dulu biar logistik tidak tersendat," harapnya.
Upaya Polisi Mengurai Kemacetan

Melihat kemacetan yang kian parah, Polresta Banyuwangi menerjunkan ratusan personel untuk membantu mengurai dan mengantisipasi kendaraan yang menyerobot jalur. "Untuk antisipasi sopir-sopir yang ngeblong," kata Kapolresta Banyuwangi, Kombes Pol Rama Samtama Putra.
Selain mengerahkan personel, polisi juga aktif berkoordinasi dengan operator pelabuhan untuk mencari solusi agar kendaraan logistik bisa cepat terangkut menuju Bali.
Rama juga menjelaskan, setelah dilakukan percepatan pemeriksaan, enam armada dinyatakan memenuhi persyaratan dan bisa kembali beroperasi. Keenam kapal itu adalah KMP Karya Maritim, KMP Samudera Perkasa I, KMP Samudera Utama, Kapal Jambu VI, KMP Liputan XII, dan KMP Agung Samudera IV.
Meski demikian, ada pembatasan kapasitas muatan kapal maksimal 75 persen.
"Biasanya satu kapal bisa mengangkut delapan tronton. Sekarang hanya lima," tutup Rama.