
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tajam pada perdagangan Kamis (19/6), anjlok 1,96 persen ke level 6.968,63.
Executive Director, Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Indonesia, Henry Wibowo, menjelaskan tekanan IHSG ini dipicu oleh ketegangan geopolitik, khususnya konflik yang terjadi di Timur Tengah. Terbaru yakni konflik Iran-Israel yang kian memanas.
Kata Henry, ketegangan di kawasan tersebut berpotensi mendorong harga minyak naik lebih tinggi, dan hal ini dinilai menjadi sentimen negatif bagi pasar modal RI.
"Potensi harga minyak naik, dampaknya tidak bagus bagi Indonesia. Makanya indeks (IHSG) kita kena tekanan,” ujar Henry saat acara Sharia Investment Week di Kantor BEI, Jakarta, Kamis (19/6).
Menurut Henry, RI sebagai negara net importer bahan bakar minyak sangat rentan terhadap gejolak harga energi global. Sebab, APBN Indonesia masih menempatkan banyak belanja energi, termasuk pembelian minyak sebagai salah satu komponennya.
Dilanjut Henry, kondisi ini memperburuk tekanan di pasar saham karena meningkatnya harga minyak bisa mempersempit ruang fiskal dan memperbesar beban subsidi pemerintah, yang ujungnya menekan sentimen investor terhadap ekonomi domestik.
Meski demikian, Henry melihat tekanan dari sisi geopolitik di Timur Tengah bukan satu-satunya faktor yang mesti dipantau. Dia menyinggung potensi dampak lanjutan dari perang dagang global, khususnya terhadap hubungan ekonomi China.
"Foreign direct investment dari China adalah yang terbesar kedua di Indonesia. China juga jadi salah satu destinasi ekspor terbesar Indonesia," jelasnya.
Di tengah ketidakpastian global ini, Henry tetap melihat peluang untuk penguatan pasar modal domestik. Salah satu faktor pendorong adalah potensi pelonggaran kebijakan suku bunga.
Menurut dia, penurunan suku bunga bisa meningkatkan aliran dana ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, dan memberikan sentimen positif bagi investor di pasar saham.