KEPUTUSAN Bupati Pati Sudewo menaikan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) dijawab dengan demonstrasi ribuan warganya pada 13 Agustus 2025. Unjuk rasa besar-besaran yang berakhir ricuh itu merupakan buntut dari arogansi Sudewo menantang warganya berdemo setelah menolak keluhan kenaikan tarif PBB-P2.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Tak hanya Pati, kenaikan tarif PBB-P2 juga dilakukan sejumlah daerah. Misalnya, kabupaten Semarang menaikan tarif PBB-P2 sebesar 400 persen atau Kabupaten Bone sebesar 300 persen. Bahkan, kenaikan PBB-P2 di Cirebon dan Jombang sampai 1.000 persen.
Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro mengatakan demonstrasi seperti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, bisa saja menyebar ke daerah lain apabila kepala daerah membuat kebijakan yang tidak populis.
“Sehingga bisa menjadi alarm bagi semua untuk tidak melakukan hal serupa,” kata Agung kepada Tempo, Rabu, 13 Agustus 2025.
Menurut Agung, sosio-demografi pemilih semakin kritis dan melek secara politik dan informasi. Sehingga kejadian di Pati menjadi mitigasi pejabat untuk mengambil kebijakan. Ia mengatakan demonstrasi Pati juga menjadi pengingat bagi pemerintah daerah dan pusat agar tidak bermain-main dengan aspirasi publik.
“Karena bila itu mengemuka, bukan tidak mungkin peristiwa ini bisa menjalar ke manapun sampai ke level nasional,” ucapnya. “Kasus ini menjadi preseden bagi kepala-kepala daerah lain agar tidak semena-mena dalam membuat kebijakan publik apapun, termasuk dalam konteks tarif PBB.”
Adapun dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai kasus Bupati Sudewo bukan semata-mata disebabkan kenaikan tarif PBB hingga 250 persen.
“Tetapi gaya menanantang masyarakat itu, yang mengatakan 50 ribu orang demo juga tidak apa-apa. Datangi saja. Nah itu yang kemudian bergolak,” kata Hensa kepada Tempo, 13 Agustus 2025.
Direktur Utama KedaiKopi ini mengatakan Partai Gerindra tentu dirugikan dengan peristiwa di Pati. Baru enam bulan dilantik, Sudewo sudah memancing amarah warga Pati. Politikus Gerindra itu dituntut mundur oleh ribuan demonstran yang beraksi di depan kantornya pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Unjuk rasa dipicu karena kebijakan pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Kenaikan tarif PBB tersebut ditolak masyarakat Pati.
Bukannya mendengarkan aspirasi warganya, Sudewo justru menantang. Dalam sebuah video yang beredar luas, Sudewo menyatakan tak gentar meski harus menghadapi gelombang demonstrasi besar menolak kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkoraan atau PBB-P2 sebesar 250 persen yang diberlakukan pemerintahannya.
“Siapa yang akan melakukan penolakan? Silakan lakukan,” kata Sudewo dikutip dari video pendek yang tersebar di media sosial.
Bahkan, Sudewo mempersilakan masyarakat untuk tak hanya mengerahkan 5 ribu pendemo saja. Ia justru menantang warga membawa 50 ribu massa berdemonstrasi. “Saya tidak akan mengubah keputusan, tetap maju,” ucap dia.
Pada 7 Agustus 2025, Sudewo sempat meminta maaf atas pernyataannya tersebut. Dia berujar terdapat miskomunikasi dalam kejadian itu dan tidak ada maksud menantang warganya unjuk rasa.
Sudewo sempat menemui pengunjuk rasa di Alun-Alun Pati di depan kantornya pada Rabu, 13 Agustus 2025. Politikus Partai Gerindra itu menemui demonstran dengan menggunakan mobil kendaraan taktis milik kepolisian.
"Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya," kata dia lewat pengeras suara.
Namun, Sudewo justru dilempari botol air mineral dan sandal. Petugas keamanan lantas melindungi Sudewo denganmemakai perisai. Sudewo kemudian masuk kembali ke dalam mobil.
Bersamaan dengan aksi tersebut, DPRD Kabupaten Pati membentuk Panitia Khusus Hak Angket untuk Pemakzulan Bupati Pati Sudewo hari ini.
Pansus Pemakzulan dibentuk karena Bupati Sudewo dinilai sudah melanggar sumpah dan janjinya sebagai bupati. Sejumlah persoalan yang disoal oleh anggota DPRD, di antaranya keputusan Bupati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
DPRD Pati terdiri atas 50 orang anggota, yang berasal dari delapan partai politik. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mempunyai kursi paling banyak di DPRD Pati, sebanyak 14. Adapun Partai Gerindra memiliki 6 kursi di Dewan.
Bupati Sudewo menghormati keputusan DPRD tersebut. "Itu kan hak angket yang dimiliki DPRD. Jadi, saya menghormati hak angket tersebut," kata dia di Pendopo Kabupaten Pati, pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Gerindra Sugiono berpesan kepada Bupati Pati Sudewo agar kebijakannya memerhatikan masyarakat dan tidak menambah beban masyarakat.
“Selaku Sekjen DPP Partai Gerindra, saya juga sudah menyampaikan kepada Bupati Sudewo agar memperhatikan aspirasi dari masyarakat sehingga kebijakan yang diambil tidak menambah beban kepada masyarakat,” kata Sugiono dalam keterangan tertulisnya, 13 Agustus 2025.
Sugiono pun mengingatkan pesan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto kepada semua kepala daerah kader Gerindra. Pesan itu yaitu kebijakan yang diambil harus selalu memperhitungkan dampak terhadap rakyat terkecil di daerah masing-masing.
“Partai kita adalah partai yang lahir dan besar karena perjuangan tersebut,” ujarnya.
=====