Asosiasi Vape Ritel Indonesia (Avrindo) menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Vape Ritel Indonesia (Avrindo) menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ketua Umum Avrindo, Fachmi Kurnia Firmansyah Siregar, menilai salah satu poin dalam PP tersebut memperbolehkan penjualan e-liquid atau liquid vape berukuran 10 mililiter (ml), dari yang saat ini berkisar antara 30 ml hingga 100 ml per botol.
“Ini agak sedikit lucu. Di satu sisi, pemerintah ingin menekan penggunaan vape dan rokok untuk anak-anak, tapi di sisi lain justru peraturannya tahun depan akan berjalan, kemasan liquid vape itu 10 ml dan 20 ml,” ujar Firman saat berkunjung ke kantor Republika di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
Firman menyampaikan, penjualan kemasan 30 ml hingga 100 ml selama ini menjadi benteng dalam mencegah anak-anak membeli produk vape. Pasalnya, harga kemasan tersebut relatif cukup tinggi bagi anak-anak.
“Secara logika dan harga, kemasan 10 ml akan lebih terjangkau (untuk anak-anak) karena harganya sangat turun. Jadi ini seperti kontradiktif antara niat dengan kebijakan,” ucap Firman.
Firman berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana kebijakan tersebut. Menurutnya, pelaku industri vape sangat terbuka untuk duduk bersama pemerintah mencari solusi terkait persoalan penggunaan vape.
Ia menegaskan, para pelaku industri vape berkomitmen penuh mematuhi seluruh regulasi yang diterapkan pemerintah, mulai dari pengenaan cukai hingga pelarangan penjualan kepada usia di bawah 21 tahun. “Sebenarnya target utama kita, pelaku industri, adalah perokok dewasa yang ingin mencari alternatif dari rokok konvensional,” lanjutnya.
Firman berharap pemerintah Indonesia dapat mengikuti jejak Inggris yang memandang vape sebagai produk solusi. Ia menilai, pelaku industri vape sejatinya justru membantu pemerintah dalam mengurangi prevalensi perokok di Indonesia.
“Lihat kami dari sisi solusi yang pemerintah selama ini gagal lakukan, bertahun-tahun berusaha menekan jumlah perokok. Harapan kami bukan dianggap sebagai produk nikotin lainnya, tapi dilihat sebagai solusi untuk mengurangi dampak buruk dari rokok konvensional,” kata Firman.