Ini berangkat dari masifnya impor truk secara utuh di sektor pertambangan melalui masterlist import atau kategori barang modal, bahan baku, atau peralatan yang boleh didatangkan dari luar tanpa dikenakan bea masuk dan/atau pajak tertentu, sebagai fasilitas kegiatan investasi di Tanah Air.
"Memang kendaraan-kendaraan tersebut masuk dengan cara yang benar lewat aturan BKPM tadi untuk buka investasi atau penanaman modal. Tapi kalau seperti itu, bagaimana dengan kendaraan yang sudah diproduksi di dalam negeri," buka Sommy dihubungi kumparan, Jumat (8/8/2025).
Masterlist import biasanya diajukan lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM/Kementerian Investasi). Sommy menuturkan, kendati truk impor China tersebut datang secara legal, tetapi regulasi tadi yang bisa dijadikan celah justru dapat mengancam industri manufaktur dalam negeri.
"Semacam celah peraturan itu nantinya bisa menjadi kurang fair untuk bersaing. Apalagi pantauan dari teman-teman yang di sana bahwa kendaraan-kendaraan itu masih Euro 2, padahal di sini sudah diwajibkan Euro 4," bebernya.
Dalam pengamatannya, kebanyakan jenis dan spesifikasi truk impor yang digunakan untuk operasional pertambangan, sebenarnya telah dipenuhi pemanufaktur di Indonesia atau dari karoseri. Sederhananya, menjadi pertanyaan besar urgensi impornya.
"Kalau bus untuk personel di tambangnya itu dan truk-truk dump, sebenarnya kan (bisa) disproduksi di sini. Kecuali misalnya alat berat khusus seperti ekskavator atau semacamnya mungkin memang (masih didatangkan langsung). Tetapi kalau kendaraan yang memang sudah bisa diproduksi di sini kenapa juga harus dari luar," kata Sommy.
Menurutnya produsen luar negeri bisa mencontoh FAW, yang sudah terdaftar keanggotaan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan menggandeng karoseri lokal.
"Seperti FAW itu saya sudah mendengar bahwa untuk pembuatan bak belakang ternyata mereka menghubungi beberapa karoseri lokal, yang seperti ini kan masih sangat oke. Jadi harapannya ya seperti itu, kita bicara pembuatan rear body," jelasnya.
Karoseri, terangnya, merupakan salah satu industri padat karya yang banyak melibatkan sumber daya manusia dan turut berkontribusi kepada perekonomian negara. Sommy khawatir, lesunya permintaan karoseri berujung pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Ini dikhawatirkan memotong dua periuk nasi, dua bisnis. Kira-kira begitu, apalagi karoseri ini kan termasuk industri padat karya dengan melibatkan banyak sumber daya manusia dan juga punya rantai bisnis dengan vendor, supplier," katanya.
"Intinya kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena seperti APM (Agen Pemegang Merek) hingga karoseri ini kan di bawah payung Perindustrian yang mana sebenarnya kami ini meminta perlindungan soal ini," pungkas Sommy.