
Dalai Lama ke-14, Tenzin Gyatso, menegaskan bahwa reinkarnasinya kelak tidak akan lahir di wilayah China. Pernyataan ini menjadi simbol penolakan langsung terhadap upaya Beijing yang selama ini mengklaim wewenang untuk menunjuk penerusnya.
Jika menilik rekam jejaknya, pernyataan tersebut telah disampaikannya sejak 2019. Ia memprediksi bahwa China akan berupaya menancapkan kontrol lebih dalam di Tibet--wilayah yang dahulu merupakan kawasan otonom setelah runtuhnya Dinasti Qing.
"Di masa mendatang, jika Anda melihat dua Dalai Lama datang, satu dari sini, di negara bebas, satu dipilih oleh orang China, maka tidak akan ada yang percaya, tidak akan ada yang menghormati (orang yang dipilih oleh China). Jadi itu masalah tambahan bagi orang China! Itu mungkin, itu bisa terjadi," ujarnya, mengutip Reuters, 19 Maret 2025.
Salah satu alasan utama Dalai Lama menolak kemungkinan reinkarnasi di wilayah Tiongkok adalah karena dirinya telah dicap sebagai separatis oleh Pemerintah Beijing--tepatnya pada Maret 2025--karena dianggap sebagai simbol perjuangan kemerdekaan Tibet.
Namun, mengutip CNN (2/7), Dalai Lama Tenzin disebut telah lama meninggalkan tuntutan kemerdekaan penuh. Ia menawarkan pendekatan “jalan tengah” agar Tibet dapat memperoleh otonomi budaya, agama, dan identitas.
Pandangan ini ditegaskannya kembali pada 2008, sebagaimana tertuang dalam laman resmi Dalai Lama: "Kami tidak mencari kemerdekaan."

Pada bulan yang sama ketika pemerintah China menyebut dirinya separatis, Dalai Lama ke-14 kembali menegaskan bahwa ia tidak akan bereinkarnasi di China, termasuk Tibet yang kini menjadi bagian dari wilayah negara tersebut. Dalam bukunya berjudul Voice for the Voiceless, ia menyebut bahwa reinkarnasinya hanya akan terjadi di “dunia bebas.”
Tenzin Gyatso--nama penahbisan dari Dalai Lama ke-14--hingga kini masih hidup dalam pengasingan di India. Ia melarikan diri dari Tibet pada 1959, menyusul kegagalan pemberontakan masyarakat Tibet terhadap pendudukan China yang dimulai sejak 1950--otoritas mereka kala itu memerintahkan Dalai Lama untuk ditangkap.
Sejak saat itu, pemerintah China terus berupaya menghapus kehadiran simboliknya di Tibet, termasuk dengan melarang foto dirinya untuk ditampilkan di tempat umum.