
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Abu Dzar Al-Ghifari. Salah satu Sahabat Nabi, yang dicintai Rasulullah. Seorang lelaki yang gagah berani. Dikenal pula sebagai sosok idealis.
Nama aslinya, Jundub bin Junadah. Ia berasal dari Ghifar. Suatu suku yang tidak ada taranya dalam hal menempuh jarak. Mereka menjadi contoh perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa.
Saat sama, suku Ghifar dikenal kejam dalam membantai musuhnya.
Kebengisan suku Ghifar lantaran tempat para perampok di era sebelum datangnya Islam. Suatu ketika, Abu Dzar mendengar kisah tentang seorang Nabi baru, Rasulullah.
Singkat kisah, ia pun menemui Nabi dan bersyahadat di hadapan Rasulullah.
Di kala masuk Islam, Abu Dzar berubah total. Meski tetap radikal dan revolusioner. Kalau dulu, suka merampok, saat masuk Islam, beliau amat berani menentang pihak-pihak yang memusuhi Nabi.
Bahkan, sangat keras menentang kebatilan di mana pun beliau berada. Saat awal menjadi mualaaf, beliau berteriak lantang di Makkah. Menentang orang Quraisy yang menyembah berhala.
Baru saja masuk Islam, beliau mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah.
"Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan?"
"Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah.
Dijawab begitu, Abu Dzar malah bersumpah.
"Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka'bah."
Ia pun menuju menuju Ka’bah dan menyerukan syahadat dengan suara lantang. Akibatnya, beliau dipukuli dan disiksa orang-orang Musyrik yang tengah berkumpul di sana.
Rasulullah mengetahui kabar itu, dan memintanya pulang menemui keluarganya. Akhirnya beliau pulang ke Ghifar dan mengajak masyarakatnya memeluk Islam.
Di kala Rasul dan kaum Muslimin berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, di suatu masa, datang barisan panjang para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota.
Saat lautan manusia itu mendekat, dan masuk ke dalam kota lalu masuk ke masjid, ternyata mereka adalah kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali.
Pria, wanita, anak-anak, remaja sampai orang tua.
Rasulullah takjub dengan mereka. Nabi mengetahui Bani Ghifar itu masuk Islam lantaran dakwah Abu Dzar.
Rasul bersabda, "Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya."
Dari Hatib, Abu Dzar berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang ditinggalkan Rasulullah yang dimasukkan Jibril dan Mikail ke dada beliau, kecuali juga beliau masuk di dadaku.”
Suatu ketika Abu Dzar bertanya pada Rasulullah tentang amaliah orang kaya dan orang miskin.
Dari Abu Hurairah, berkata: Abu Dzar berkata: Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mengambil semua pahala. Mereka shalat sebagaimana kita shalat dan berpuasa sebagaimana kita berpuasa. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka sedekahkan, tetapi kita tidak memiliki harta untuk disedekahkan.
Rasulullah, menjawab. Beliau bersabda: Wahai Abu Dzar, maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang dengannya engkau dapat mengejar orang-orang yang telah mendahuluimu, dan tidak seorang pun dapat mengejarmu kecuali orang-orang yang datang setelahmu?
Rasulullah melanjutkan: "Dia akan diberi pahala atas amalnya."
Abu Dzar menjawab: "Mau wahai Rasulullah."
Kemudian Rasul bersabda: "Jika kamu bertasbih kepada Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, setelah setiap shalat 33 kali, memuji-Nya 33 kali, dan bertasbih kepada-Nya 33 kali, lalu menutupnya dengan ucapan: 'Tidak ada Tuhan selain Allah, semata-mata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.' Dosa-dosanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan."
Kritis terhadap Pejabat
Suatu saat, Rasulullah pernah mengajukan pertanyaan kepada beliau.
"Wahai Abu Dzar, apa pendapatmu saat menjumpai pembesar yang mengambil upeti untuk mereka?"
Beliau menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!"
"Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Bersabarlah hingga kau menemuiku!"
Abu Dzar selalu menyimpan nasihat dari Rasul. Beliau tidak mau bungkam kala melihat pejabat yang keluar jalur. Meski begitu, beliau juga tidak menggunakan ketajaman pedangnya. Tetapi menasihatinya.
Di masa kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin berlalu, godaan harta mulai menjangkiti para pejabat dan penguasa Islam.
Tak mau diam, Abu Dzar pun turun tangan. Ia pergi ke pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, ia menasihati mereka lewat lisannya yang tajam dan benar.
Tujuannya mengingatkan agar kembali ke jalur, dan menghapus keserakahan dalam jiwa mereka.
Abu Dzar selalu mengulang-ulang pesannya, yang sering pula diulang-ulang para pengikutnya, seperti lagu perjuangan.
“Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari kiamat!”
Suatu ketika, tanpa gentar, Abu Dzar menanyakan harta kekayaan Muawiyah sebelum terpilih menjadi Gubernur Syiria. Kala itu, Syiria wilayah paling makmur, dan jaraknya jauh dari Madinah.
Saat itu, banyak para pejabat berlomba-lomba memiliki tanah pertanian dan harta di sana. Melihat hal itu, Abu Dzar mengingatkan para pejabat yang cinta kemewahan:
"Sampaikan kepada para penumpuk harta tentang seterika api neraka!''
Mendengar peringatan Abu Dzar, Muawiyah resah. Ia malah merasa terancam kehadiran Abu Dzar. Kemudian menulis surat kepada Khalifah Utsman, meminta agar Abu Dzar dipanggil pulang ke Madinah.
Permintaan itu dikabulkan. Abu Dzar kembali ke Madinah. Di kota itu, beliau akhirnya dipinggirkan.
Abu Dzar al-Ghifari wafat di Rabadzah pada tahun 32 H/652 M.
Yan Andri