Sayangnya, kondisi ini kerap luput dari perhatian, padahal dampaknya dapat memengaruhi perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir anak.
Untuk mewujudkan Generasi Emas 2045, diperlukan kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, sektor swasta, masyarakat, media, organisasi, maupun akademisi untuk memastikan setiap anak Indonesia terpenuhinya hak gizinya.
Dengan semangat tersebut, Sarihusada sejak tahun 1954 dengan pabrik pertamanya di Yogyakarta, konsisten menutrisi anak bangsa melalui inovasi nutrisi berbasis sains yang sesuai dengan kebutuhan anak Indonesia.
Memasuki 71 tahun, Sarihusada menegaskan komitmennya mendukung generasi emas yang sehat yang berkontribusi langsung terhadap Indonesia Emas 2045.
“Sarihusada lahir di Yogyakarta 71 tahun yang lalu sebagai pionir produk nutrisi di Indonesia, dengan misi memenuhi kebutuhan gizi anak," ujar VP General Secretary Danone Indonesia, Vera Galuh Sugijanto, di pabrik Sarihusada, Yogyakarta, Rabu (27/9).
Bagi SGM, Yogyakarta memiliki makna historis yang sangat penting sebagai kota awal solusi nutrisi bagi anak-anak Indonesia. Bukan hanya pabrik dan pusat riset, tetapi juga tempat untuk menumbuhkan komitmen nyata bagi masyarakat Yogyakarta.
Mulai dari inisiatif pembangunan PAUD Generasi Maju di Taman Pintar, Duta 1000 Pelangi yang merupakan program edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya 1000 HPK serta peningkatan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang merubah gaya hidup terkait gizi seimbang untuk mencegah stunting, hingga upaya bersama pemerintah daerah untuk pencegahan stunting dan tanggap bencana.
“Kami menyadari bahwa saat ini anemia defisiensi besi menjadi masalah gizi utama yang dihadapi anak Indonesia. Untuk itu, komitmen ini kami wujudkan melalui inovasi produk bernutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak Indonesia. Selain itu, inovasi kami tidak hanya berfokus pada produk, tapi juga dalam aspek edukasi berbasis digital berupa pemanfaatan Kalkulator Zat Besi di www.generasimaju.co.id, sebagai alat praktis orang tua memantau kebutuhan zat besi si kecil,” lanjut Vera.
Mengatasi Tingginya Anemia Defisiensi Besi pada Anak Indonesia
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi anemia pada anak usia 6-59 bulan mencapai 38,4%, artinya satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun kekurangan zat besi.
Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara dengan prevalensi anemia tertinggi di Asia Tenggara.
Dalam acara yang sama, Dokter Spesialis Anak, dr. Devie Kristiani Sp.A, menjelasnkan dampak bila anak terkena anemia defisiensi besi.
“Anemia defisiensi besi sering kali dianggap sepele, padahal dampaknya bisa menentukan masa depan seorang anak. Zat besi tidak hanya membentuk hemoglobin untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh, tetapi juga berperan dalam pembentukan neurotransmitter penting di otak yang memengaruhi konsentrasi, daya ingat, dan semangat belajar," jelasnya.