Gerakan Save the Children memberikan gambaran terperinci penderitaan anak-anak yang kelaparan di Gaza. Pimpinan organisasi tersebut menggambarkan anak-anak di sana terlalu lemah, bahkan untuk menangis.
Berpidato di pertemuan Dewan Keamanan mengenai kondisi Palestina, presiden badan amal internasional tersebut, Inger Ashing, mengatakan bahwa kelaparan—yang dinyatakan oleh PBB pekan lalu terjadi di Gaza—bukan sekadar istilah saja, tetapi benar terjadi.
"Ketika tidak ada cukup makanan, anak-anak menjadi sangat kekurangan gizi, lalu mereka meninggal secara perlahan dan menyakitkan. Sederhananya, inilah yang disebut kelaparan," kata Ashing, Rabu (26/8) dikutip dari AFP.
Ia kemudian menjelaskan apa yang terjadi ketika anak-anak meninggal karena kelaparan. Tubuh anak yang kelaparan akan hanya akan mengandalkan lemaknya sendiri untuk bertahan. Ketika lemak di tubuh habis, otot dan organ vital menjadi sasaran selanjutnya.
Dalam kondisi tersebut, anak-anak akan kehilangan tenaga. Bahkan untuk menangis pun mereka tidak bisa.
"Sekarang, anak-anak tidak memiliki kekuatan untuk berbicara atau bahkan menangis kesakitan. Mereka terbaring di sana, kurus kering, benar-benar merana," kata Ashing.
Ia menegaskan bahwa kelaparan akan terjadi karena Israel mencegah makanan dan kebutuhan pokok lainnya memasuki Gaza selama dua tahun perang sejak Oktober 2023.
"Setiap orang di ruangan ini memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk bertindak menghentikan kekejaman ini," kata Ashing.
PBB secara resmi menyatakan terjadinya kelaparan di Gaza pada hari Jumat, menyalahkan apa yang disebutnya sebagai penghalangan sistematis bantuan oleh Israel selama lebih dari 22 bulan.
Sebuah lembaga pemantau kelaparan yang didukung PBB, Integrated Food Security Phase Classification Initiative, mengatakan bahwa kelaparan telah menghantam 500.000 orang di wilayah Gaza. Mereka memproyeksikan bahwa kelaparan akan meluas pada akhir September hingga mencakup sekitar dua pertiga wilayah Gaza.