LEMBAGA perlindungan konsumen mengecam tindakan restoran yang membebankan biaya tambahan untuk tarif royalti musik dan lagu kepada pelanggan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai tindakan restoran salah kaprah karena konsumen tidak tahu menahu tapi kemudian dibebankan tarif royalti musik. “Pengenaan royalti ke konsumen tidak nyambung karena seharusnya itu menjadi beban pihak restoran,” tutur Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, ketika dihubungi pada Ahad 10 Agustus 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rio pun lantas mempertanyakan apa dasar hukum pembebanan tarif royalti musik kepada konsumen.
Sebelumnya beredar di media sosial sebuah foto setruk pembayaran makan dan minum konsumen di sebuah restoran. Di setruk tertanggal 5 Agustus 2025 itu tertulis juga biaya tambahan berupa tarif royalti lagu dan musik kepada pelanggan. Di situ pelanggan diwajibkan membayar biaya royalti lagu dan musik sebesar Rp 29.140.
Foto setruk ini menambah panjang kontroversi aturan pembayaran royalti lagu dan musik. Saat ini banyak kafe, restoran, dan tempat hiburan tak berani lagi memutar lagu dan musik Indonesia akibat aturan royalti tersebut.
Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia Tulus Abadi mengatakan bahwa restoran tidak bisa memasukkan tarif royalti musik dalam komponen yang harus dibayar pelanggan.
“Ketentuan ini jelas tidak bisa dibenarkan, sebab konsumen tersebut tidak mengorder musik. Bahkan ini bisa dikategorikan sebagai bentuk pemaksaan,” tuturnya saat dihubungi pada Ahad, 10 Agustus 2025.
Menurut Tulus, pembebanan tarif royalti kepada konsumen sangat tidak adil terutama bagi yang tidak menyukai musik atau lagu yang diputar di suatu restoran. Ia menekankan bahwa pengelola restoran adalah pihak yang bertanggung jawab sepenuhnya perihal kewajiban pelunasan royalti musik.
“Pihak resto bisa membayar royalti musik dari pendapatan bersih restoran, bukan dibebankan pada konsumen,” tutur mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu. Ia menyebut konsumen tidak berurusan terhadap kewajiban soal royalti musik.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad menanggapi kabar di media sosial bahwa konsumen yang membayar royalti lagu dan musik di sebuah restoran. Dasco mengatakan DPR sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum mengenai pembuatan regulasi tentang pengelolaan royalti lagu dan musik yang menjadi kewenangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Kemarin sudah diadakan evaluasi oleh Kementerian Hukum dengan membentuk formasi baru terhadap LMKN tersebut,” kata Dasco saat dihubungi, pada Ahad.
Politikus Partai Gerindra itu lantas mengirim salinan dokumen Keputusan Menteri Hukum Nomor M.HH-6.KI.01.04 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Komisioner LMKN Pencipta dan LMKN Pemilik Hak Terkait di Bidang Lagu dan Musik.
Sesuai dengan dokumen yang ditandatangani oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada 8 Agustus 2025 itu, kedua sub LMKN tersebut secara khusus bertugas untuk mengatur manajemen royalti musik dan lagu pada layanan publik yang bersifat komersial.
Dasco optimistis pembentukan formasi baru komisioner LKMN tersebut akan dapat menyelesaikan kisruh penarikan royalti lagu dan musik. “Dibuatkan peraturan menteri baru untuk mengatur supaya pengambilan royalti itu nantinya tidak memberatkan rumah makan, restoran, dan tempat hiburan lainnya,” ujar Dasco.