
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menilai ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran tidak hanya membawa risiko global, tetapi juga peluang baru bagi kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah potensi relokasi investasi dari negara-negara produsen besar.
“Ketegangan geopolitik justru mendorong relokasi investasi dari negara-negara produsen besar ke Asia Tenggara sebagai bagian dari strategi mereka,” ujar Faisol dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/7).
Menurut Faisol, investor global cenderung lebih berhati-hati dalam menghadapi ketidakpastian, namun tetap akan mencari kawasan yang relatif stabil untuk menanamkan modal. Dalam hal ini, Indonesia memiliki keunggulan karena kekayaan sumber daya alam dan manusia yang melimpah.
Meski demikian, ia juga menyoroti dampak negatif dari konflik jika terus memburuk, terutama apabila Iran benar-benar menutup Selat Hormuz—jalur strategis yang mengalirkan sekitar 20 persen pasokan minyak global.
“Ketegangan geopolitik di Timur Tengah antara Israel dengan Iran ini juga menimbulkan instabilitas jalur perdagangan energi global. Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran sekitar 20 persen pasokan minyak dunia, termasuk LNG dan produk petrokimia,” jelasnya.
Penutupan Selat Hormuz, menurut Faisol, dapat mengganggu pasokan minyak mentah ke Indonesia dan mengerek harga energi secara global. Hal ini akan berdampak langsung pada industri dalam negeri.

Faisol menambahkan, tekanan ekonomi juga bisa muncul dalam bentuk arus modal keluar (capital outflow), terutama akibat kebijakan moneter ketat dari negara-negara maju sebagai respons terhadap krisis global.
“Ketegangan ini berisiko mendorong terjadinya capital outflow, terutama akibat respons kebijakan moneter negara maju yang semakin ketat,” ujarnya.
Namun, di tengah tekanan global, Faisol menegaskan bahwa Indonesia tetap memiliki peluang besar untuk menarik investasi jika mampu menjaga stabilitas dan memperkuat daya saing industri.