
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang dunia perdagangan global. Ia mengumumkan rencana untuk menetapkan tarif dasar global sebesar 15 hingga 20 persen bagi negara-negara yang belum menjalin kesepakatan dagang dengan AS. Kebijakan tersebut diungkap hanya beberapa hari menjelang tenggat waktu penetapan tarif pada 1 Agustus 2025.
Namun, pernyataan Trump memunculkan tanda tanya besar, terutama di Indonesia. Pasalnya, setelah proses negosiasi yang panjang dan alot, tarif yang akhirnya diberlakukan ke Indonesia justru mencapai 19 persen, angka yang lebih tinggi dari batas bawah tarif untuk negara tanpa kesepakatan dagang.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan pemerintah belum mendapat kepastian resmi terkait kebijakan baru tersebut.
“Yang dimaksud 15 persen-20 persen itu seperti apa, sekarang ini sejujurnya di dokumen resmi kan belum ada. Itu semuanya nanti kan harus ada perjanjian perdagangan, nggak bisa kita tiba-tiba hanya mendasarkan ke pengumuman di media sosial,” ujar Susi kepada wartawan di Hotel Borobudur, Selasa (29/7).
Susi juga menyoroti pentingnya penegasan soal konsep tarif resiprokal yang disampaikan Trump. Menurutnya, selama ini pemahaman pemerintah Indonesia terhadap tarif resiprokal adalah di atas level Most-Favoured Nation (MFN). Namun, sejumlah negara ternyata menganggap tarif resiprokal sudah termasuk dalam MFN.
“Tetap harus diperjelas, saya pagi-pagi sudah dikasih tahu, wah kalau gitu ngapain kita (negosiasi). Sekarang pertanyaannya Jepang saja untuk dapat 15 persen itu (perjanjiannya) hampir USD 550 miliar, Eropa untuk dapat 15 persen (perjanjiannya) USD 1.350 miliar, kita kemarin USD 19,5 miliar,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa negara-negara seperti Jepang dan Uni Eropa harus membuka keran impor tambahan dari AS demi mendapatkan tarif yang lebih rendah dari kisaran 20–25 persen sebelumnya. Karena itu, menurutnya tidak masuk akal jika negara yang tak melakukan negosiasi justru mendapat tarif ringan.
“Masa yang lain nggak ngapain-ngapain dikenakan 15 persen kan juga nggak mungkin. Jadi kejelasannya seperti apa kita harus tanyakan ke United States Trade Representative (USTR) seperti apa. Termasuk kita pun, negara-negara yang sudah sepakat belum ada kan perjanjian dagang,” jelas Susi.
Mengutip CNBC, Trump sendiri menyampaikan rencana kebijakan tarif tersebut dalam konferensi pers di Turnberry, Skotlandia, saat berdiri bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
“Untuk dunia, saya kira tarifnya akan berada di kisaran 15 persen sampai 20 persen. Saya hanya ingin bersikap adil,” kata Trump.
Ia juga menegaskan, AS tidak mungkin membuat ratusan perjanjian dagang bilateral dengan semua negara.
“Kita akan menetapkan tarif untuk seluruh dunia, dan itulah yang harus mereka bayar jika ingin berbisnis dengan Amerika Serikat, karena Anda tidak bisa duduk dan membuat 200 kesepakatan,” ucapnya.