
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal ancaman tarif tambahan 10 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap negara-negara BRICS, termasuk Indonesia yang dianggap berpihak pada kebijakan anti-Amerika. Menurutnya, dinamika global saat ini memang tengah bergerak cepat dan penuh ketidakpastian.
"Kita sedang melihat Bapak Presiden tengah menghadiri pertemuan BRICS dengan para pemimpin. Kemudian Presiden Trump membuat statement bahwa kelompok BRICS dianggap tidak mendukung AS dan mengancam akan mengenakan tambahan tarif. Ini tentu menggambarkan bahwa dalam suasana seperti ini kita akan terus dihadapkan pada suasana yang sangat dinamis," ujar Sri Mulyani di Komisi XI DPR RI pada Senin (7/7).
Dia menegaskan pemerintah Indonesia akan terus memantau situasi ini dan tetap melanjutkan proses komunikasi dengan pemerintah AS.

"Ya kita akan terus mengikuti saja karena Indonesia kan masih di dalam proses pembicaraan dengan pemerintah Amerika gitu ya kita upayakan terima kasih ya," ungkapnya.
Ancaman tarif dari Trump sebelumnya disampaikan lewat platform media sosialnya, Truth Social, pada Minggu (6/7). Dalam unggahannya, Trump menyatakan bahwa negara mana pun yang mendukung BRICS dan kebijakan yang disebutnya "anti-Amerika" akan dikenakan tarif tambahan 10 persen, tanpa pengecualian.
“Setiap negara yang menyelaraskan diri dengan kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan tarif tambahan 10 persen. Tidak akan ada pengecualian terhadap kebijakan ini. Terima kasih atas perhatian Anda!"
Meski begitu, Trump tidak menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud dengan kebijakan “anti-Amerika” yang dimaksud. Namun pernyataan itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi global, mengingat Amerika Serikat masih menjadi mitra dagang utama bagi banyak negara BRICS.
Adapun, kelompok BRICS awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun sejak awal 2024, blok ini memperluas keanggotaannya dengan menerima enam anggota baru: Indonesia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Ethiopia, dan Mesir.