Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai ekonomi Islam memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif sistem ekonomi dunia, di tengah kebuntuan yang dihadapi kapitalisme, komunisme, sampai sosialisme.
Bendahara negara itu menggambarkan, situasi global sarat ketimpangan, krisis kepercayaan, dan kerusakan lingkungan akibat praktik ekonomi yang tidak berkelanjutan. Menurutnya, dua sistem ekonomi yang mendominasi dunia kapitalisme dan komunisme sama-sama menyisakan masalah struktural.
“Kita melihat banyak implikasi negatif dalam berbagai bentuk ketimpangan konsentrasi dari kekuatan, baik kekuatan kapital yaitu ekonomi dan kekuatan politik pada segelintir manusia,” kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah, Rabu (13/8).
Ia menjelaskan, kapitalisme cenderung menimbulkan kesenjangan sosial dan eksploitasi sumber daya. Sementara komunisme dan sosialisme menimbulkan dampak negatif dalam bentuk ketiadaan motivasi untuk mencapai yang terbaik karena perasaan sama rasa sama rata.
Ekonomi Islam, kata dia, mengedepankan keseimbangan antara profit dan nilai kemanusiaan, sehingga mampu memberikan solusi yang lebih etis dan inklusif.
Sri Mulyani mencontohkan bagaimana instrumen keuangan syariah seperti sukuk dan wakaf produktif dapat menjadi sarana membiayai pembangunan, tanpa meninggalkan prinsip keadilan.
“Instrumen ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengangkat martabat manusia melalui distribusi manfaat yang lebih merata,” tuturnya.
Ia menekankan, keberhasilan ekonomi Islam sebagai jalan ketiga membutuhkan tata kelola yang bersih, transparan, dan amanah. Tanpa itu, prinsip luhur yang ditawarkan hanya akan menjadi slogan.
“Kalau kita ingin membangun ekonomi syariah yang kuat, maka integritas, akuntabilitas, dan kecerdasan harus menjadi pondasi utama,” tegasnya.
Sri Mulyani pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak sekadar melihat ekonomi Islam sebagai ceruk pasar. Tetapi sebagai sistem nilai yang relevan menjawab tantangan zaman.