Soal Putusan MK 135, Politisi Nasdem Sentil Tak Ada Sistem Pemilu Konstan

1 month ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari (Tobas) memandang tidak ada sistem pemilu yang ajeg dan konstan di seluruh dunia.

Hal ini ia sampaikan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024. Tobas menilai putusan itu bisa menimbulkan krisis konstitusional dan mengunci ruang perkembangan sistem pemilu ke depan.

"Sistem pemilu mestinya harus terbuka pada perkembangan zaman. Contohnya, apabila ternyata secara teknologi kita telah mampu menggunakan e-voting pada pemilu 2029, apakah persoalan yang diputus dalam Putusan MK dan Amar Putusan MK masih relevan?" kata Tobas dalam keterangannya pada Senin (7/7/25)

Putusan MK No. 135 tersebut memutuskan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden atau anggota DPR dan DPD.

Tapi Tobas menilai amar putusan tersebut malah menimbulkan persoalan konstitusional yang sangat krusial. Sebab berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 baik jika putusan tersebut dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan.

Sehingga menurut Tobas apabila Putusan MK itu dijalankan oleh pembuat undang-undang, maka bisa terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22E ayat (1) dan (2) serta Pasal 18 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan pemilihan umum harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan bahwa anggota DPRD harus dipilih melalui pemilu.

"Apabila pemilu DPRD ditunda hingga dua tahun atau lebih dari masa jabatan lima tahun, maka akan terjadi masa jabatan anggota DPRD yang tidak memiliki legitimasi demokratis. Ini inkonstitusional, karena mereka menduduki jabatan politik tanpa dipilih rakyat," ujar Tobas.

Sebaliknya, jika Putusan MK tersebut tidak dilaksanakan, maka pembentuk undang-undang yaitu Presiden dan DPR dinilai melanggar Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

Tobas juga mengingatkan potensi jabatan inkonstitusional apabila masa jabatan anggota DPRD diperpanjang tanpa pemilu. Menurutnya, sistem demokrasi tidak membenarkan adanya jabatan politik yang ditentukan melalui perpanjangan administratif, karena konstitusi hanya mengakui pemilu sebagai satu-satunya jalur menuju jabatan DPRD.

"Anggota DPRD tidak boleh diangkat, ditunjuk, atau diperpanjang secara administratif. Mereka hanya sah bila dipilih rakyat," ucap Tobas.

Jika opsi lain yang diambil adalah mengosongkan DPRD selama masa transisi tersebut, maka pemerintah daerah akan beroperasi tanpa DPRD. Hal ini menurut Tobas melanggar konstitusi karena Pasal 18 ayat (3) menyebutkan pemerintahan daerah memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilu.

Selain itu, Tobas mengkritisi substansi amar Putusan MK yang dinilainya terlalu teknis. Menurutnya, amar putusan tersebut memuat jadwal dan skema penyelenggaraan pemilu secara eksplisit, yang seharusnya merupakan ranah pembuat undang-undang, bukan Mahkamah Konstitusi.

"Amar putusan yang memuat teknis pelaksanaan pemilu akan mengunci alternatif lain yang dapat saja terbuka untuk didiskusikan. Ini berpotensi menutup ruang bagi pembuat undang-undang untuk merumuskan kebijakan yang sesuai perkembangan teknologi dan dinamika politik," ucap Tobas.

Tobas menyebut sistem pemilu haruslah adaptif dan tidak dibakukan melalui putusan yang rigid. Menurutnya, hal-hal teknis seharusnya dibahas melalui proses legislasi yang melibatkan publik, DPR, dan pemerintah.

"Kita dihadapkan pada situasi di mana melaksanakan atau tidak melaksanakan Putusan MK sama-sama berpotensi melanggar konstitusi. Ini jelas bisa mengarah pada krisis konstitusional. Oleh karena itu, kita perlu segera mencari solusi konstitusional yang bijak dan tidak keluar dari rel hukum dasar kita," ucap Tobas. 

Read Entire Article