REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi besar-besaran terjadi di Gedung DPR pada Senin (25/8/2025). Aksi itu dilakukan salah satunya sebagai respons atas pemberian tunjangan perumahan bagi para anggota DPR yang angkanya mencapai Rp 50 juta per bulan.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan, aksi yang dilakukan masyarakat itu merupakan bagian dari dinamika politik. Aksi itu dinilai bisa dijadikan bahan evaluasi bagi setiap pemegang kekuasaan, khususnya para anggota DPR.
"Saya berharap juga menjadi pelajaran buat kita semua, khususnya para anggota dewan, untuk benar-benar meningkatkan kinerja secara produktif, sehingga aspirasi masyarakat tersalurkan dengan baik," kata dia di Balai Kota Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Ihwal adanya tunjangan perumahan untuk para anggota DPR, Cak Imin menilai, hal itu merupakan kewenangan dari legislatif. Menurut dia, DPR memiliki kewenangan tersediri untuk mengatur anggaran mereka.
Meski begitu, ia mengingatkan, para anggota dewan juga harus mendengar aspirasi dari masyarakat. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tidak menimbulkan gejolak.
"DPR kan memiliki kewenangan, budgeting membuat anggarannya, ya tentu sudah harus pintar-pintar menyerap (aspirasi) agar tidak membuat kecemburuan," kata Ketua Umum PKB itu.
Diketahui, aksi yang dilakukan pada Senin kemarin dipicu adanya kebijakan DPR yang memberikan tunjangan perumahan kepada setiap anggotanya sebesar Rp 50 juta per bulan. Kebijakan tersebut dianggap berlebihan dan memicu reaksi keras di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih tertekan.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan anggota DPR menerima tunjangan rumah hanya dalam waktu satu tahun saja selama periode jabatan 2024-2029. Dengan begitu, mereka akan menerima tunjangan hingga Oktober 2025 saja.
"Jadi setelah Oktober 2025, anggota DPR itu tidak menerima, tidak akan mendapatkan tunjangan kontrak rumah lagi," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa.