
Di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), sejumlah penyanyi yang kerap manggung di kafe, restoran, hotel, hingga pernikahan, mengaku takut membawakan lagu-lagu ciptaan musisi Indonesia. Ketakutan tersebut terkait dengan UU Hak Cipta.
Hal itu disampaikan para penyanyi saat bersaksi dalam sidang perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025. Kedua penyanyi itu adalah Rina Aprilla (Rinna April) dan Denny Rachman (Azum), yang kerap tampil bernyanyi dari satu acara ke acara lainnya.
Keduanya selaku penyanyi yang membawakan lagu-lagu milik orang lain mengaku khawatir, resah, dan takut untuk menyanyikan lagu-lagu yang diciptakan warga Indonesia karena adanya ancaman pidana penjara.
"Ternyata hal ini tidak dilakukan oleh saya saja, percakapan di WA (WhatsApp) Group Pelaku Seni Musik semua membicarakan ketakutan ini. Selain takut membawakan lagu-lagu dari pencipta yang sedang viral kasusnya, ada yang diinfokan jangan membawakan lagu ciptaan Pencipta A atau Pencipta B dan lain-lain. Akibat simpang siur informasi, kekhawatiran ini, intinya sampai ada yang mengambil kesimpulan tidak akan membawakan lagu-lagu ciptaannya pencipta Indonesia, lebih aman nyanyi lagu Barat saja," kata Rinna di Gedung MK, Kamis (31/7) dikutip dari laman MK.
"Padahal kami sangat senang membawakan lagu-lagu Indonesia, karena hal ini juga dapat meningkatkan popularitas lagu tersebut," sambungnya.
Rinna yang telah berprofesi sebagai penyanyi profesional selama 30 tahun mengaku setiap tampil dalam suatu acara bisa membawakan 20 lagu dengan honor Rp 300 ribu sampai Rp 1,5 juta. Apabila diberlakukan setiap penyanyi harus membayar setiap lagu sekian juta, dia mengaku bayarannya tidak cukup untuk melakukan hal itu.
Beberapa penyelenggara acara kerap memintanya membawakan lagu-lagu hits top 40, tembang kenangan, lagu tahun 1990-an, atau lagu-lagu hits. Namun, kini Rinna merasa khawatir akan terkena masalah hukum jika menyanyikan lagu-lagu tersebut.
Hal serupa juga diungkapkan Azum yang menjadi penyanyi profesional sejak 2011. Dia mengatakan baru-baru ini pernah dilarang membawakan lagu dari Anji oleh outlet tempat di mana dia sedang melakukan pertunjukan. Saat itu kebetulan Anji sedang bermain bilyard di outlet yang sama dia bekerja.
"Ketika si artis tersebut datang seketika manager outlet tersebut menghampiri saya dan bilang ‘kamu jangan bawain lagu dia ya. nanti kita kena masalah’. Dikarenakan permintaan tersebut saya mengikuti saja," kata dia.
"Walau demikian hal ini membuat saya ketar-ketir khawatir dan jadi panik untuk mengubah list/daftar lagu yang sudah saya persiapkan sebelumnya, di mana sudah saya persiapkan daftar lagu-lagu yang saya buat untuk membuat tamu/pengunjung terhibur (untuk entertain tamu), karena saya membawakan lagu kesukaan mereka, supaya pengunjung senang, nyaman dan terhibur," tutur Azum.

Azum mengaku tidak bisa bebas menyanyikan lagu-lagu yang sebenarnya diminta para tamu atau pengunjung. Ditambah lagi, kata dia, muncul isu outlet akan melakukan potongan honorarium untuk membayar royalti.
"Saya bukan penyanyi terkenal, tetapi karena pekerja penyanyi kafe seperti saya, lagu lagu tersebut yang dinyanyikan oleh penyanyi terkenal bisa menjadi terkenal dan diingat banyak orang. Tetapi apakah saya harus menerima dampak permasalahan royalti lagu ini?" kata dia.
"Apakah saya harus membayar royalti, sementara honor saya cuma beberapa ratus ribu rupiah saja. Saya bekerja menghibur para penonton/audiens dengan cara menyanyikan lagu ciptaan orang lain. Lalu jika saya dilarang menyanyikan lagu ciptaan orang lain tersebut, bagaimana saya bisa bekerja," sambung Azum.
Sekilas Permohonan
Selain Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025, sidang pengujian UU Hak Cipta ini juga digelar sekaligus untuk Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025. Dalam permohonannya, para Pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 terdiri dari Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel, bersama 27 musisi lainnya sebagai pelaku pertunjukan yang telah berkarya di industri musik Indonesia berpotensi mengalami masalah hukum dari pasal-pasal yang diuji tersebut.
Pengujian ini berangkat dari beberapa kasus, misalnya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnez Mo. Agnez Mo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”, karena Agnez Mo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutus gugatan tersebut dengan menghukum Agnez Mo mengganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias dan Agnez Mo pun dilaporkan secara pidana ke Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tuduhan pelanggaran Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Sementara, Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima pelaku pertunjukan yang tergabung dalam grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band serta Saartje Sylvia, pelaku pertunjukan ciptaan yang dijuluki sebagai Lady Rocker pertama. T’Koes Band kerap menampilkan lagu-lagu lawas yang dulu dinyanyikan orang lain seperti Koes Plus, D’Mercys, hingga Everly Brothers dan The Beatles. Akan tetapi kemudian T’Koes Band dilarang mempertunjukkan lagu-lagu dari Koes Plus per 22 September 2023 melalui para ahli waris dari Koes Plus.
Menurutnya, hal tersebut membuktikan penerapan Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta yang berbunyi “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta” telah merugikan Pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin.
Padahal, kata para Pemohon, setiap pertunjukan T’Koes Band telah meminta license dan/atau membayar royalti kepada LMK di Indonesia dan melakukan pendekatan dengan menyerahkan sejumlah nominal uang tertentu kepada sebagian ahli waris Koes Plus walaupun mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.