RUU Haji masih digodok di DPR. Sejumlah penyesuaian akan terjadi terkait penyelenggaraan haji ke depan. Mulai dari pembagian kuota haji jemaah hingga penentuan biaya haji.
Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf mengatakan, sejumlah pokok utama yang akan jadi pembahasan dalam RUU Haji sudah bisa didiskusikan. Salah satunya soal kuota.
"Kuota haji khusus diusulkan agar paling tinggi 8%, bukan paling rendah 8%," kata Gus Irfan dalam FGD di Fraksi Partai Gerindra DPR, dikutip Kamis (21/8).
Lalu akan ada pembahasan soal visa haji. Saat ini, Indonesia mendapatkan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi sebesar 221 ribu. Itu sudah dibagi menjadi haji reguler (92%) dan haji khusus (8%). Di luar itu, ada visa haji non-kuota. Di sini termasuk mujamalah, furoda, mandiri, atau sebutan lainnya.
Salah satu yang juga cukup penting yakni soal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Saat ini, BPIH diumumkan beberapa bulan sebelum keberangkatan jemaah haji.
Ini kerap membuat sejumlah jemaah haji mundur atau menunda keberangkatan karena belum memiliki uang untuk melunasi biaya haji.
Gus Irfan mengatakan, dalam RUU Haji ini, diusulkan BPIH diumumkan setahun sebelum keberangkatan.
"Besaran BPIH dilakukan terhadap besaran biaya penyelenggaraan haji disampaikan 1 tahun hijriah sebelum pelaksanaan ibadah haji," tambah dia.
Untuk BPIH haji 2026, Gus Irfan mengusulkan menggunakan nilai yang sama dengan BPIH 2025. Sementara, untuk BPIH 2027 sudah mulai dibahas sejak tahun ini.
Petugas Dilatih Semimiliter 1 Bulan
Seleksi petugas haji juga tidak kalah penting. Para petugas akan memegang peran krusial dalam melayani jemaah haji mulai dari di tanah air, di tahan suci hingga kembali lagi ke tanah air.
Karena itu, Gus Irfan mengusulkan para petugas haji untuk menjalani pelatihan selama satu bulan penuh.
"Diklat minimal 1 bulan, pelatihan semimiliter, materi bahasa Arab dasar, petugas dapat dipanggil berkali-kali tidak hanya 1 kali musim haji," ungkap dia.