
YOUTUBER Schlep (22) dan JiDion (24) mendongkrak popularitas lewat konten “memburu” predator seksual di Roblox. Keduanya kerap disebut “pemburu predator Roblox” setelah mengklaim membantu enam penangkapan, namun kini berhadapan langsung dengan pihak platform yang menuding mereka bertindak sebagai vigilante.
Modus Schlep sederhana: menyamar lewat akun beravatar anime sebagai “Lily”, remaja di bawah umur. Dari kolom obrolan, lawan bicara, yang mengaku berusia 25 tahun, kerap mendorong percakapan seksual dan mengatur temu darat.
Dalam sejumlah kasus, Schlep dan JiDion merekam konfrontasi via ponsel; polisi disebut sudah siaga untuk melakukan penangkapan. Schlep mengatakan ia mulai “berburu” sejak usia 11 tahun, setelah menjadi korban grooming di gim yang sama.
Alih-alih mendapat dukungan, langkah mereka mentok di tembok kebijakan. Roblox, platform dengan lebih dari 380 juta pengguna, menegaskan penyamaran sebagai anak dan pancingan percakapan seksual melanggar aturan.
Dua minggu lalu, perusahaan melayangkan surat perintah penghentian (cease and desist) dan menghapus seluruh akun milik Schlep. Ia menilai Roblox berusaha membungkamnya dan “menyamakan dirinya dengan predator sungguhan”.
“Itu adalah hal yang paling menjijikkan,” ujarnya.
Keputusan itu memicu protes online bertagar #FreeSchlep. Bahkan, anggota Kongres AS Ro Khanna membuat petisi yang mendesak CEO Roblox, David Baszucki, mundur. Di saat bersamaan, Roblox menghapus sejumlah gim buatan pengguna yang bermuatan dewasa, langkah yang dinilai hanya membersihkan permukaan. Perusahaan meminta pengguna melapor lewat sistem internal alih-alih meniru praktik Schlep dan JiDion.
Pada akhirnya, perseteruan ini menyorot dilema lama internet: sampai di mana peran kreator konten dalam “penegakan” keamanan anak, dan kapan tindakan itu berubah menjadi main hakim sendiri? (Telegraph/Z-10)