Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menilai hal itu berpotensi mengganggu proses hukum dan merusak ekosistem pembiayaan nasional jika dibiarkan berlarut-larut.
“OJK telah menerima keluhan dari beberapa perusahaan pembiayaan terkait kasus debitur kredit macet yang meminta perlindungan ke pihak-pihak tertentu agar kendaraan mereka tidak ditarik. Fenomena ini, dalam beberapa kasus mengganggu proses eksekusi agunan yang sah secara hukum,” jelas Agusman melalui keterangan tertulis, Selasa (5/8).
Agusman menegaskan pentingnya seluruh proses penarikan kendaraan dilakukan sesuai aturan. Selain itu, perusahaan pembiayaan juga diminta mengedepankan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan masalah kredit macet.
Agusman juga mengimbau perusahaan pembiayaan agar menjalankan proses penarikan kendaraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. OJK juga mewajibkan penggunaan debt collector yang tersertifikasi dan melarang tindakan yang bersifat intimidatif.
"Jika perusahaan mengalami hambatan non-yuridis seperti intimidasi dari oknum tertentu, perusahaan dapat segera melaporkannya ke aparat penegak hukum," ujar Agusman.
Hingga semester pertama 2025, kondisi kredit bermasalah di industri pembiayaan dinilai masih terkendali. Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan, per Juni 2025, tingkat risiko kredit bermasalah Perusahaan Pembiayaan secara agregat menunjukkan kondisi yang terjaga dengan rasio Non Performing Financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,55 persen dan NPF net 0,88 persen.
Agusman menegaskan praktik intervensi terhadap eksekusi jaminan fidusia ini harus diselesaikan. Sebab, dampaknya bisa meluas.
“Maka berpotensi mengganggu ekosistem pembiayaan secara menyeluruh, seperti terhambatnya proses hukum dan meningkatnya risiko kredit. Selain itu, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan akses pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan bagi masyarakat luas menjadi lebih terbatas," tutur Agusman.