M Sarif (23 tahun) hidup menderita. Ia punya berat badan 150 kilogram, ditambah dengan sakit sesak napas dan penyakit hernia.
Pria yang tinggal di Kota Surabaya ini sampai harus dievakuasi dari kediamannya, di sebuah kos berukuran 2x2 meter, di Jalan Brawijaya, Gang Kedurus 1 Nomor 54, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, ke RS Soewandhie pada Rabu (6/8).
Sarif dievakuasi petugas Damkar yang harus berjibaku membantunya keluar dari gang sempit ke RS. Berulang kali, Damkar harus memberi bantuan oksigen kepada Sarif sampai membantunya berdiri.
Petugas Damkar menuntun Sarif dari lorong selebar 80 cm itu, menggunakan bambu untuk pegangan. Tiba di jalan utama, Sarif lalu dibaringkan, ditandu, lalu dimasukkan ke mobil ambulans menuju RS Soewandhie.
"Untuk pasien berada di kos lantai 1 yang lebar jalan gang kurang lebih 80 cm dengan berat pasien kurang lebih 400 kg (belakangan diketahui berat Sarif mencapai 150 kg)," kata Kepala Bidang Pemadam Kebakaran DPKP Kota Surabaya, Wasis Sutikno, Kamis (7/8).
Anak Yatim, Tinggal Berdua di Kamar Sempit dengan Ibunya
Derita Sarif dimulai sejak ayahnya meninggal dunia. Otomatis, ia hanya tinggal bersama sang Ibu, Turiyah (57 tahun).
Turiyah mengaku, selama 25 tahun tak pernah punya tempat tinggal tetap. "Memang saya di sini kos kan. Enggak ngekos ke mana-mana memang ngekosnya di (daerah) sini gitu. Ya kurang lebih ya 25 tahun lah kalau aku di Surabaya sini. Ya barusan kalau di sini. Belum ada. 4 bulan kalau enggak salah," kata Turiyah saat ditemui di lokasi.
Sehari-hari, Turiyah bersama Sarif berjualan tisu di sekitar kawasan Surabaya Barat. Saat berjualan, Sarif juga mengeluh pandangan matanya mulai kabur.
"Jualan tisu di lampu merah sama saya. Kalau jualan itu kan matanya itu sudah enggak kelihatan. Anaknya itu silinder," ucapnya.
Turiyah mengungkapkan, sejak kecil Sarif memang gemuk. Tapi, berat badan Sarif tidak sebesar sekarang.
"Sebelum sakit itu saya timbangkan itu cuma 98,5 Kg enggak sampai 100 Kg. Kalau sekarang lebih, 150 Kg, badannya besar amat. Tangannya ini besar amat gitu," ungkapnya.
Menurutnya, porsi makan Sarif selama ini tidak terlalu banyak. Hanya saja, kata Turiyah, kalau lapar merasa pusing.
"Kalau makan sebetulnya itu dua kali, tiga kali, tapi berhubung dia itu enggak sakit. Kan di jalanan, dikasih orang makan gitu dari mobil, kan dia itu dimakan gitu," terangnya.
"Kalau kayak masak sendiri ya enggak, biasanya sehari tiga kali, pagi sama siang, malam sudah. Iya, dikasihin ya kakak-kakak kadang dari Universitas Airlangga (Unair) ini nih buat makan gitu, ini buat beli jajan gitu," lanjutnya.