Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menerima gugatan warga pemilik Ruko Marinatama Mangga Dua (MMD), Pademangan, Jakarta Utara, terkait permohonan pembatalan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 477.
Kuasa hukum 42 warga pemilik ruko, Subali di Jakarta Timur, Selasa, mengatakan, surat gugatan yang diajukannya ke PTUN sudah dinyatakan sempurna.
Terbitnya SHP itu dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara. Kalaupun mau diterbitkan BPN, berupa hak pengelolaan lahan (HPL).
Sidang hari ini dipimpin oleh Hakim Ketua Juliant Prajaghupa dengan anggota Dwika Hendra Kurniawan dan Gugun Surya Gumilang dengan Nomor Perkara 236/G/2025 PTUN Jakarta.
Dalam agenda sidang hari ini, pihak ketiga juga turut dipanggil, tapi tidak hadir dalam persidangan. "Majelis hakim akan memanggil lagi salah satu kementerian terkait SHP," ujar Subali.
Baca juga: Pemilik ruko Marinatama Jakut ajukan gugatan pembatalan SHP
Materi sidang hari ini sudah ke tahap persiapan kelengkapan berkas. "Hasil sidangnya, surat gugatan sudah dinyatakan sempurna," katanya.
Kemudian, pada pekan depan, sidang akan kembali berlanjut dengan agenda jawaban.
Salah satu warga, Wisnu mengaku merasa lega karena gugatannya sudah dapat berlanjut ke tahap berikutnya.
"Itu gugatan kita sudah diterima. Dan untuk legalitasnya segala macam sudah oke, sudah lanjut," tuturnya.
Sejumlah warga Marinatama Mangga Dua dan kuasa hukumnya mengajukan gugatan terkait pembatalan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 477 di PTUN Jakarta pada akhir Juli lalu.
Baca juga: Sertifikat HGB tak keluar, warga Mangga Dua gugat BPN Jakut ke PTUN
Gugatan ke PTUN Jakarta tersebut diawali saat para warga itu telah membeli ruko pada tahun 1997 dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada PT Wisma Benhil (WB).
Namun di tengah bergulirnya waktu, tiba-tiba pada tahun 2001 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara menerbitkan SHP Nomor 477.
Hal ini membuat warga pemilik ruko tersebut khawatir. Padahal, setelah warga menandatangani PPJB, PT WB menjanjikan akan menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB).
Namun, sampai saat ini apa yang dijanjikan kepada pemilik ruko tersebut hanya hiasan semata. Terbukti dari tahun 1997 hingga sekarang sertifikat HGB belum juga diterbitkan.
Ruko saat ini dikelola oleh koperasi di salah satu institusi. Tak hanya itu, warga juga dituntut untuk membayar sewa perpanjangan dengan nilai harga yang tidak masuk akal mencapai Rp300 juta per tahun, namun mendapat potongan (diskon) 50 persen sehingga membayar Rp150 juta.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.