Dalam rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week 2025 yang berlangsung pada 1–7 Agustus, para dokter anak kembali mengingatkan pentingnya memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama minimal enam bulan pertama kehidupan bayi, Moms.
Salah satu pesan yang ditekankan adalah produksi ASI. Dokter spesialis anak konsultan gizi anak, dr. Klara Yuliarti, Sp.A(K), mengingatkan agar ibu tidak panik jika produksi ASI seret. Karena jumlah ASI menyesuaikan dengan kebutuhan bayi, termasuk berat badannya.
Ia juga menegaskan bahwa wajar jika ASI belum keluar di hari-hari awal setelah melahirkan.
“Produksi ASI itu bersifat naluriah. Tubuh ibu akan menyesuaikan produksi ASI dengan berat badan dan kebutuhan bayi,” ujarnya dalam Diskusi Media Bunda Parenting Convention, di RS Bunda, Jakarta, Sabtu (2/7).
Meski ASI eksklusif diwajibkan untuk bayi hingga usia enam bulan, Anda tak perlu khawatir bayi akan kelaparan jika ASI tak kunjung keluar. Pasalnya bayi setelah lahir masih memiliki cadangan makanan yang umumnya kuat untuk 1 sampai 2 hari setelah lahir.
Pemberian ASI eksklusif juga memainkan peran penting dalam menentukan kesehatan jangka panjang dan kecerdasan anak di masa depan.
“ASI itu bukan sekadar cairan bernutrisi. Memberikan ASI adalah investasi awal kehidupan anak,” tambah dr. Klara.
Produksi ASI pada Bayi Prematur
Anda tak perlu khawatir Moms, bayi prematur tidak mempengaruhi produksi ASI. Produksi ASI tidak bergantung pada usia kehamilan, melainkan menyesuaikan dengan kondisi dan berat badan bayi.
“Bukan berarti karena lahir prematur maka ASI tidak keluar. Justru tubuh ibu akan beradaptasi memproduksi ASI sesuai ukuran dan kebutuhan bayi,” ujar dr. Klara.
Jika ASI belum keluar, langkah pertama yang disarankan adalah menyusui sesering mungkin atau mengosongkan payudara. Hal ini akan memberikan sinyal pada tubuh ibu untuk meningkatkan produksi.
“Kuncinya menyusui sesering mungkin atau rutin mengosongkan payudara. Jangan sampai payudara tidak dikosongkan selama lebih dari dua minggu, karena ini bisa menghentikan produksi ASI,” tegas dr. Klara.
Sementara itu, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, menambahkan bahwa menyusui bukan hanya soal memberikan makanan, tetapi juga proses mengasuh, mengasihi, dan menstimulasi bayi.
“Asuh berarti memberikan nutrisi. Tapi kalau ibunya obesitas, produksi ASI bisa menurun,” jelas perempuan yang akrab disapa dr. Tiwi ini.
Ia menekankan bahwa gaya hidup ibu juga berpengaruh pada kualitas dan kuantitas ASI.
“Asih tidak bisa diwakilkan. Saat menyusui, ibu perlu menyentuh, menatap, dan mengajak bayinya berbicara. Itulah bentuk stimulasi awal atau asah yang penting bagi perkembangan emosional ...