
POLEMIK keberadaan keramba jaring apung (KJA) lobster di perairan Pangandaran, Jawa Barat, terus menghangat. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti dan sejumlah tokoh Pangandaran lainnya sangat menentang keberadaan KJA yang sudah mendapat izin dari pemerintah pusat.
Pro kontra KJA, menurut Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono diduga terkait dengan penjualan ilegal benih lobster yang hingga kini belum terselesaikan. Banyak pihak yang berkepentingan terkait kebijakan lobster ini.
Bahkan, menurutnya, bukan tidak mungkin ada yang ingin mempertahankan aktivitas kotor dengan cara menjual benih lobster secara ilegal.
"Tidak menutup kemungkinan, ada juga pihak yang berharap benih lobster itu terus dijual secara ilegal, karena untungnya pasti sangat besar daripada dijual secara legal," katanya di Bandung, Kamis (28/8).
Mantan anggota DPR RI ini menjelaskan, dulu pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan sempat melarang penjualan benih lobster. Namun faktanya tidak berjalan karena nelayan masih butuh makan, sehingga banyak terjadi konflik di lapangan.
Selang beberapa waktu kemudian, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan baru berupa pembesaran lobster yang dilakukan oleh swasta dengan melibatkan masyarakat. Namun, dalam praktiknya hal itu hanya akal-akalan untuk mendapatkan kuota ekspor benih lobster.
Ini terbukti dengan terseretnya Edhi Prabowo yang menjabat menteri Kelautan dan Perikanan saat itu ke dalam lingkaran kasus korupsi.
Oleh karena itu, lanjut Ono, persoalan ini harus diselesaikan dengan menggandeng akademisi. "Bila ada kepentingan yang saling bertolak belakang, yang bisa menjadi penengah adalah akademisi."
Libatkan Unpad
Menurutnya pemerintah baik pusat maupun daerah harus melibatkan akademisi dalam setiap perencanaan dan penyelesaian konflik. Pemerintah harus duduk bersama akademisi dalam menyelesaikan persoalan.
Ono pun mengapresiasi kehadiran Universitas Padjajaran yang melakukan kajian dan penelitian langsung terkait KJA lobster. Dia meyakini ini menjadi solusi terbaik karena berdasarkan hasil kajian menyeluruh.
"Hal mendasar yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kebijakan itu ujungnya memerhatikan kesejahteraan nelayan. Permasalahan lobster ini harus didudukkan secara komprehensif dengan memerhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan," katanya.
Dia pun mengajak pemerintah dan seluruh pihak lainnya untuk mengapresiasi dan memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada Unpad dalam membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
"Unpad harus diapresiasi karena mau melakukan penelitian yang hasilnya bisa menyelesaikan masalah, bukan hanya ekonomi, tapi juga sosial, budaya, dan lingkungan. Semua pihak sebaiknya menahan diri dan memberi kesempatan kepada Unpad untuk melakukan penelitian," katanya.
Dia mendukung hasil riset Unpad tersebut bisa diimplementasikan di daerah pesisir lainnya di Jawa Barat, sehingga manfaatnya akan terasa oleh semua pihak terutama nelayan.
Seperti diketahui, polemik KJA lobster di Pangandaran memanas setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak KJA dengan alasan dapat mengganggu kegiatan pariwisata karena lokasinya tepat di pusat perekonomian.
Selain itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pun turut menentang KJA karena dianggap mengganggu kegiatan nelayan dan menghambat pariwisata daerah.