REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mempertanyakan istilah penonaktifan yang digunakan terhadap anggota DPR RI dinilai bermasalah.
Istilah nonatif tidak ada diaturan, termasuk dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
"Coba kita cermati Undang-Undang MD3, Undang-Undang nomor 17 tahun 2014. Disitu sebenarnya istilah yang digunakan nonaktif itu istilah yang sangat politis jadi tak termasuk istilah hukum ya," kata Titi saat dikonfirmasi pada Selasa (2/9/2025).
Berdasarkan Pasal 239 UU MD3 terdapat tiga istilah yaitu pemberhentian antarwaktu, pergantian antarwaktu, dan pemberhentian sementara. Titi merasa para anggota DPR yang dinonaktifkan lebih layak dikenakan pemberhentian antar waktu (PAW). Berikutnya pemberhentian antar waktu akan dilanjutkan dengan penggantian antar waktu.
"Pemberhentian antar waktu itu hanya bisa dilakukan kalau dia mengundurkan diri, meninggal dunia, atau diberhentikan. Nah diberhentikan itu banyak faktor, karena melanggar mode etik sumpah janji jabatan, tidak mengikuti tugas-tugas sebagai anggota DPR tiga bulan berturut-turut," ujar Titi.