
Pendiri dan Dewan Pembina LBH APIK Nur Amalia menilai perlu ada satu bab khusus terkait dengan bagaimana perlindungan terhadap perempuan dan anak adat.
"Kita tahu bahwa perempuan saja sudah terdiskriminasi, apalagi perempuan adat. Maka dia akan menerima double atau multiple diskriminasi dari komunitas dia sebagai warga negara maupun dari komunitas adatnya sendiri," kata Amalia dalam diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (6/8).
Sehingga perlu ada perlindungan-perlindungan khusus yang diberikan dan fasilitasi untuk pemajuannya. Sehingga yang dibicarakan tidak hanya perihal melindungi haknya, tapi bagaimana pemenuhan hak.
Jika bicara mengenai hak asasi manusia (HAM), maka akan membahas masalah respect, protect, dan fulfill. Hal itu juga yang harus kita masukkan dan juga harus kita akomodasi di dalam RUU Masyarakat Adat yang ada.
"Di perempuan adat itu ada yang namanya hak kolektif perempuan adat. Jadi hak kolektif perempuan adat itu terkait dengan tiga hal yaitu wilayah kelola perempuan adat, pengetahuan perempuan adat, serta otoritas perempuan adat," ujarnya.
Jadi dia tidak ansih bicara tentang tenurialnya, tapi dia bicara bagaimana hak kolektif yang terkait dengan pengetahuan. Ini merupakan hal yang juga perlu dilindungi, pengetahuan-pengetahuan perempuan.
Sehingga otoritas, keleluasaan dan kebebasan perempuan adat untuk bisa mengorganisir dirinya juga bisa terjamin.
"Kemudian mengimplementasikan apa yang menjadi kehendak dan keinginan dari perempuan adat itu sendiri. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana hak atas pengakuan terhadap agama leluhur dan juga bagaimana mereka melakukan ritual serta proses perkawinan adat dan sebagainya. Jadi proses pencatatan itu harus dilakukan," pungkasnya. (H-1)