
Bank Indonesia tengah mengembangkan Payment ID sebagai identitas unik dalam sistem pembayaran. Meski sama-sama menyimpan data keuangan, Payment ID berbeda fungsi dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola OJK.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan perbedaan utama antara keduanya.
“Kalau SLIK untuk dari kemampuan bayar dengan data yang berhubungan pendapatan, transaksi, dan histori keuangan, sedangkan Payment ID untuk melihat aliran dana. Jadi lebih kepada pergerakan uang apakah ada ke rekening yang terindikasi melakukan kejahatan atau tidak atau digunakan untuk keperluan yang bukan semestinya,” kata Huda kepada kumparan, Senin (28/7).
SLIK digunakan oleh perbankan untuk mengecek kelayakan kredit berdasarkan histori pembayaran seseorang. Sementara Payment ID akan fokus pada pelacakan arus uang demi mendukung keamanan sistem pembayaran.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dudi Dermawan Saputra, mengatakan kedua sistem ini akan saling melengkapi.
“Nanti akan saling melengkapi. SLIK berdasarkan performance kredit, sementara ini menampilkan payment history sesuai penerimaan dan pengeluaran,” ujar Dudi kepada kumparan.
BI menyebut Payment ID akan menyasar individu dan entitas dalam sistem pembayaran, memanfaatkan 9 digit alfanumerik yang di-hash dari NIK atau NPWP. Ke depan, Payment ID juga akan menjadi bagian penting dari strategi penguatan sistem keuangan dan transformasi digital nasional.
Langkah ini juga disebut dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan serta memberikan tools baru bagi pemerintah dan industri untuk memantau integritas transaksi.
Sementara SLIK fokus pada kondisi kredit dan risiko gagal bayar, Payment ID akan berguna untuk melihat arus dana mencurigakan hingga mendorong pembentukan payment history sebagai dasar perluasan akses pembiayaan.
“Payment ID sebagai bagian dari pengembangan infrastruktur data SP akan diimplementasikan secara bertahap mulai tahun 2026,” tegasnya.