Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Bina Nusantara University (Binus) Prof Harjanto Prabowo menyoroti Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi di Indonesia yang masih rendah.
Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi adalah persentase jumlah penduduk yang sedang menempuh pendidikan tinggi di universitas, politeknik, akademi dibandingkan dengan jumlah total penduduk dalam kelompok usia pendidikan tinggi, yaitu 19-23 tahun.
“Indonesia APK Perguruan Tingginya hanya 37 persen,” kata Harjanto saat pemaparan di acara Media Partnership Program Bina Nusantara di Taiwan, Jumat (22/8).
Harjanto pun memaparkan data negara-negara di ASEAN, hasilnya APK Perguruan Tinggi di Indonesia merupakan yang paling rendah. Dengan data tersebut, artinya dari setiap 10 orang anak muda, hanya sekitar 3–4 orang yang kuliah.
Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan Filipina (39%), dan cukup jauh tertinggal dari Malaysia (50%) maupun Thailand (52%).
Perbedaan makin terlihat jika dibandingkan dengan negara maju di kawasan: Singapura mencapai 98%, Korea Selatan 94%, Jepang 90%, dan China 75%.
Dengan kata lain, di negara-negara seperti Singapura atau Korea Selatan, hampir semua anak muda dengan rentang usia 19-23 tahun mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Sementara di Indonesia, mayoritas anak muda masih belum punya kesempatan atau tak pilihan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Pernah disimulasikan kalau Indonesia mau naik ke 60 persen saja, kita butuh tambahan seribu perguruan tinggi,” kata Harjanto.
Melihat kondisi tersebut, Binus University mencoba menghadirkan solusi konkret. Melalui Binus University Online Learning; akses ke pendidikan tinggi dibuat lebih mudah, fleksibel, dan terjangkau.
Dengan model pembelajaran daring, hambatan-hambatan klasik seperti jarak, keterbatasan kampus fisik, maupun biaya hidup di kota besar bisa diminimalisir.
Tujuan besar dari inisiatif ini adalah mendorong lebih banyak anak muda Indonesia agar bisa melanjutkan pendidikan tinggi, sehingga angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi Indonesia bisa tumbuh lebih cepat.
“Dengan begitu, semakin banyak masyarakat Indonesia yang tidak hanya mendapatkan ijazah, tetapi juga kesempatan meningkatkan daya saing di tingkat nasional maupun global,” kata Harjanto.