DIREKTUR Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama mengkritik dalih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Surya Utama alias Uya Kuya, ketika berjoget di sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Jumat, 15 Agustus 2025 lalu. Menurut Virdika, pembelaan Uya Kuya yang mencampuradukkan identitasnya sebagai artis dan anggota DPR adalah sebuah kontradiksi fundamental.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Di mata publik, seorang wakil rakyat harusnya merespons kritik dengan kesadaran penuh atas mandat yang diemban, bukan profesi sebelumnya," kata Virdika saat dihubungi pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Sebelumnya, Uya Kuya menyebut dirinya adalah seorang artis sekaligus anggota legislatif ketika publik mempermasalahkan tindakan DPR yang berjoget-joget di sidang tahunan parlemen. Politikus PAN itu juga menyinggung bahwa semua anggota DPR selayaknya artis yang aktif membagikan kegiatan sehari-harinya lewat konten media sosial.
Virdika menjelaskan, argumentasi yang dipakai Uya tidak relevan. Sebab, jabatan anggota DPR adalah jabatan publik yang terikat pada etika dan tanggung jawab. Terlebih, ujar dia, sidang parlemen adalah arena deliberasi, di mana keputusan yang mempengaruhi hajat hidup rakyat diambil.
Sehingga ketika DPR menggunakan ruang itu untuk berjoget dan membenarkan tindakannya dengan alasan bahwa dirinya seorang artis, maka ini bisa dianggap sebagai bentuk peremehan yang serius. "Ini menunjukkan kegagalan memahami perbedaan krusial antara panggung hiburan yang berorientasi pada popularitas dan forum legislatif yang berorientasi pada integritas dan kehormatan institusi."
Virdika melanjutkan, pembelaan Uya yang menyinggung konten kreator di kalangan politisi juga tidak relevan. Ia menyatakan seharusnya media sosial digunakan untuk memperkuat representasi politik, bukan justru mereduksi peran wakil rakyat menjadi sekadar pencari views dan likes.
Ia lantas menyodorkan beberapa pengingat kepada Uya Kuya sekaligus seluruh anggota DPR. Pertama, Virdika meminta anggota legislatif kembali ke hakikat mandat rakyat. Ia mengingatkan kursi yang diduduki para anggota DPR bukan berasal dari hasil audisi, melainkan dari kepercayaan konstituen.
Sehingga mandat itu adalah sebuah amanah suci yang dibiayai oleh uang pajak rakyat. Virdika menilai, mengabaikan mandat ini demi pencitraan pribadi adalah sebuah pengkhianatan etis oleh DPR.
Kedua, Virdika mendesak DPR untuk menjaga marwah institusi. Sebagai salah satu pilar utama demokrasi, sikap yang menunjukkan pelemahan fungsi parlemen menjadi arena hiburan bisa merusak kredibilitas dan kehormatan DPR di mata masyarakat.
"Di tengah rendahnya tingkat kepercayaan publik, tindakan semacam ini hanya akan mempercepat erosi keyakinan terhadap sistem demokrasi itu sendiri," tutur dia.
Ketiga, DPR perlu memperbarui sensitivitas sosial mereka. Seorang wakil rakyat seharusnya mampu mencerminkan suasana hati dan realitas sosial-ekonomi masyarakat yang diwakilinya.
"Ketika rakyat tengah menghadapi tantangan berat, sikap riang di ruang sidang dapat dianggap sebagai bentuk arogansi dan ketidakpedulian," kata Virdika. Walhasil, bagian dia ini menunjukkan adanya diskonetivitas mental antara para elite politik dan realitas yang dihadapi oleh rakyat yang mereka wakili.