
GEDUNG Sekretariat Daerah Kota Cirebon berpotensi rusak jika terjadi gempa bumi. Pembangunan gedung 8 lantai itu sejak awal tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar keamanan.
Penyidik dari tim Kejari Kota Cirebon, Gema Wahyudi, menjelaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Politeknik Bandung, jika terjadi gempa bumi, gedung Setda berpotensi mengalami kerusakan.
“Gedung tersebut memang sejak awal dibangun tidak sesuai dengan spesifikasi dan tingkat keamanannya. Jadi diperlukan adanya perbaikan-perbaikan agar bisa digunakan secara aman dan maksimal,” tuturnya, Rabu (27/8) malam.
Dalam kegiatan pembangunan gedung itu, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon telah menetapkan 6 tersangka dugan korupsi. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp26,5 miliar.
Lebih jauh, Gema menyatakan kerusakan fisik bangunan pun kini sudah jelas terlihat. Retakan dan bagian yang tidak rapih membuat suasana di dalam gedung terasa tidak nyaman bagi siapa pun yang beraktivitas.
Banyaknya kerusakan dan ketidaklayakan di gedung Setda 8 lantai dikarenakan para tersangka mengurangi kualitas serta kuantitas bangunan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan lebih. Mereka juga melakukan pencairan dana yang tidak sesuai dengan aturan serta melakukan rekayasa progress pekerjaan.
“Seharusnya pekerjaan masih belum selesai tetapi dianggap sudah selesai. Dugaan pemalsuan dokumen ini menjadi bagian dari praktik kecurangan,” lanjutnya.
Jika dibangun dengan benar dan sesuai dengan aturan, gedung Setda 8 lantai tersebut seharusnya bisa bertahan hingga 50 tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Kota Cirebon menetapkan 6 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Setda Kota Cirebon. Pemeriksaan yang sebenarnya telah dilakukan sejak 2018 lalu dan kembali dibuka tahun ini dikarenakan adanya laporan resmi dari BPK RI terkait kerugian negara hingga Rp26,5 miliar.
Ada pun keenam tersangka ialah BR, Kepala DPUTR Kota Cirebon periode 2016-2018 dan IW, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Cirebon yang juga pernah menjabat sebagai PPK dan Kabid Cipta Karya DPUTR pada 2018 sekaligus Kepala DPUTR pada 2022.
Empat tersangka lainnya ialah PH sebagai PPTK, HM sebagai tim leader PT Bina Karya, AS sebagai Kepala Cabang PT Bina Karya Bandung dan FR sebagai Direktur PT Rivomas Pentasurya tahun 2017-2018. Keenam tersangka sudah ditahan dan dititipkan ke Rutan Cirebon.