KETUA Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya kembali harus memberikan klarifikasi terkait sikap organisasi Islam terbesar di Indonesia itu terhadap Israel. Setelah tahun lalu meminta maaf karena ada lima kader NU bertemu Presiden Israel Isaac Herzog, kali ini Gus Yahya menyampaikan permintaan maaf karena PBNU mengundang akademisi pro-Zionisme, Peter Berkowitz, sebagai pemateri dalam Akademi Kepemimpinan Nasional NU di Jakarta, 15 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Saya mohon maaf sekali kepada masyarakat bahwa saya membuat keputusan tanpa pertimbangan yang teliti dan lengkap terkait Peter Berkowitz ini,” kata Yahya kepada Tempo di rumahnya, Jakarta Selatan, Selasa malam, 26 Agustus 2025.
Yahya menyatakan sudah mengenal Berkowitz sejak 2020, ketika akademisi dari Hoover Institution Universitas Stanford itu menjabat sebagai anggota Commission on Unalienable Rights di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Ketertarikannya mengundang Berkowitz, kata Yahya, semata karena pandangan dan kajian soal hak asasi manusia. “Saya enggak perhatikan betul urusan dia sebagai Zionis itu,” ujar Yahya.
Menurut Yahya, undangan itu bagian dari program mingguan PBNU yang menghadirkan akademisi dari berbagai negara guna memperluas wawasan para kader soal isu global. Ia memastikan materi Berkowitz sama sekali tidak menyinggung Israel.
“NU tidak mungkin secara sengaja berniat menyebarkan faham Zionisme. Sikap kami jelas, menolak segala bentuk penindasan Israel dan mendukung keadilan untuk warga Palestina. Itu prinsip kami,” kata dia.
Namun kehadiran Berkowitz tetap menuai kecaman publik. Sosok ini dikenal sebagai akademisi yang lantang membela Israel. Dalam wawancara dengan Michael Cromartie untuk Pew Research Center pada 2006, Berkowitz menyebut pentingnya keberlangsungan gerakan Zionis dan menyinggung ancaman dari Iran maupun kebangkitan ideologi “pasca-Zionis” di Israel.
Jejak Kunjungan Kader NU ke Israel
Sorotan terhadap hubungan PBNU dan Israel sebenarnya bukan kali pertama. Setahun lalu, pada Juli 2024, Gus Yahya juga meminta maaf setelah lima orang yang mengaku kader NU mengunjungi Israel dan bertemu langsung dengan Presiden Herzog.
“Sepatutnya saya mohon maaf kepada masyarakat luas bahwa ada beberapa orang dari kalangan Nahdlatul Ulama yang pergi ke Israel melakukan engagement di sana,” kata Yahya saat konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, 16 Juli 2024.
Yahya menegaskan lawatan itu sama sekali tidak terkait dengan organisasi. Menurut dia, para pengurus di bawah PBNU juga tidak mengetahui rencana tersebut. “Tidak ada mandat kelembagaan, tidak ada pembicaraan kelembagaan. Itu tanggung jawab pribadi mereka,” ujar dia.
Kala itu, foto pertemuan para Nahdliyin dengan Herzog beredar luas di media sosial. Salah satu peserta, Zainul Maarif, mengunggah foto bersama presiden Israel itu ke akun Instagram pribadinya dan menuliskan bahwa pertemuan membahas konflik Hamas–Israel serta hubungan Indonesia–Israel.
Rangkaian peristiwa itu menimbulkan persepsi publik bahwa NU sedang melunak terhadap Israel. Namun Gus Yahya berulang kali menegaskan posisi NU tidak berubah: menolak penindasan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina.
“Kalau pun ada individu yang berangkat ke Israel, itu bukan sikap lembaga. Kalau pun kami mengundang akademisi luar negeri, tujuannya murni akademis, bukan politik,” kata Yahya.
Hendrik Yaputra, Dede Leni Mardianti, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Alasan UU Kementerian Tak Direvisi setelah Ada Kementerian Haji dan Umrah