
Rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memperlebar Jalan TB Simatupang dengan memangkas trotoar dan jalur sepeda menuai kritik tajam dari pegiat transportasi dan pejalan kaki.
Kebijakan itu dinilai sesat pikir, kontraproduktif dengan strategi transportasi berkelanjutan, sekaligus merugikan perekonomian regional.
“Gubernur DKI Jakarta yang ancang-ancang melebarkan jalan raya dengan mengorbankan fasilitas NMT (non motorized transport) seperti lajur sepeda dan trotoar adalah sesat dan merugikan pertumbuhan ekonomi regional,” tegas Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, dalam keterangannya, hari ini.
Jakarta sudah memiliki layanan angkutan umum massal yang relatif baik, mulai dari MRT, LRT, hingga TransJakarta. Dengan fasilitas itu, alasan mempertahankan ketergantungan pada kendaraan pribadi dinilai tidak masuk akal.
“Kalau masih bertahan di kemacetan dengan mobil atau motor, itu pilihan pribadi. Bukan dengan cara mengorbankan trotoar,” kata Safrudin.
Senada, Koordinator Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus menyebut rencana penggusuran trotoar itu sebagai kemunduran serius.
"Rencana tersebut merugikan (set back) atas proses pembangunan urban sustainable transport yang sudah dirintis beberapa gubernur DKI sejak 2000. Ini langkah mundur dan mencederai upaya membangun kota yang ramah bagi semua,” ujarnya.
Alih-alih menambah kapasitas jalan, kata Alfred, kemacetan justru harus dijadikan disincentive bagi masyarakat pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke transportasi publik, sepeda, atau berjalan kaki.
“Jangan dilawan dengan melebarkan jalan. Itu hanya menambah ketergantungan pada mobil dan motor. Seharusnya Pemprov mempercepat penerapan ERP (electronic road pricing) dan tarif parkir progresif yang sudah dikaji sejak 2009/2010,” pungkasnya. (Far/P-1)