
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan sektor jasa keuangan Indonesia tetap dalam kondisi stabil, meski dinamika global tengah memanas.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali melempar ancaman tarif terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Mahendra dalam konferensi hasil Rapat Dewan Komisioner OJK yang digelar pada 25 Juni 2025. Ia menyebut rapat tersebut secara khusus membahas stabilitas industri keuangan nasional dalam menghadapi ketidakpastian global.
“Dari Rapat Dewan Komisioner secara bulanan yang dilakukan pada tanggal 25 Juni 2025 yang lalu, yang memilih tema sektor jasa keuangan terjaga stabil di tengah ketidakpastian geopolitik global,” kata Mahendra dalam konferensi pers, Selasa (8/7).
Mahendra mengungkapkan, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok memang sempat mereda usai tercapainya kesepakatan dagang antara kedua negara. Namun, dinamika kembali meningkat setelah Trump memutuskan menaikkan tarif terhadap negara-negara anggota BRICS, termasuk Indonesia.
“Walaupun tentu saja kita melihat perkembangan pada hari ini, keputusan dari Amerika Serikat berkaitan dengan tingkat tarif kepada sejumlah negara-negara lain termasuk Indonesia,” ucap Mahendra.
Di luar isu tarif, Mahendra juga menyinggung kondisi geopolitik Timur Tengah yang sempat memanas akibat konflik antara Israel dan Iran, serta serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran. Meski begitu, ia menyebut gencatan senjata berhasil menurunkan tekanan terhadap pasar keuangan dan harga minyak global.
Mahendra menjelaskan, lembaga internasional seperti Bank Dunia dan OECD telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 dan 2026. Indikator ekonomi global juga menunjukkan tren moderasi dan berada di bawah ekspektasi sebelumnya.
Kondisi ini membuat banyak negara mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar. Meski demikian, Bank Sentral AS (The Fed) masih menahan suku bunga acuannya karena menunggu kepastian atas dampak tarif terhadap inflasi.
“Di Amerika Serikat, meski outlook pertumbuhan ekonomi diturunkan, Bank Sentral Amerika, The Fed, masih belum menurunkan suku bunga dan mempertahankannya untuk FFR di kisaran 4,25 sampai 4,5 persen menunggu kejelasan kebijakan tarif dan dampaknya terhadap inflasi,” jelas Mahendra.
Sementara itu, perekonomian Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang cukup kuat. Inflasi inti terus menurun dan pada Mei 2025 tercatat sebesar 2,37 persen. Neraca perdagangan juga kembali mencatatkan surplus cukup besar, terutama berkat peningkatan ekspor di sektor pertanian dan manufaktur.
Mahendra menyebut ekspor produk pertanian dan manufaktur telah tumbuh positif selama tiga bulan terakhir, menutupi penurunan dari sektor pertambangan dan komoditas lain.
Untuk menjaga stabilitas keuangan nasional, Mahendra mengatakan bahwa OJK secara aktif melakukan pemantauan dan asesmen berkala terhadap risiko-risiko global yang bisa berdampak terhadap pasar keuangan domestik.
“OJK mencermati dan melakukan asesmen berkala terhadap perkembangan kondisi geopolitik global yang berpotensi meningkatkan volatilitas pasar keuangan dan tentunya kinerja debitur sektor real yang memiliki exposure terhadap risiko terkait,” ucapnya.
OJK juga telah meminta lembaga jasa keuangan untuk aktif melakukan asesmen lanjutan agar dapat mengambil langkah antisipatif dalam menghadapi potensi risiko yang meningkat.
Tak hanya itu, Mahendra juga menyebut, saat ini OJK tengah memproses izin bagi pembentukan kelembagaan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK). Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas terbitnya POJK Nomor 30 Tahun 2024.
“OJK sedang memproses perizinan dalam rangka penetapan Kelembagaan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan yang disingkat PIKK sebagai tindak lanjut POJK nomor 30 tahun 2024 tentang konglomerasi keuangan dan PIKK serta sedang menyusun RPOJK tentang penerapan tata kelola terintegrasi bagi PIKK,” ujar Mahendra.