
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bakal menindak tegas penyelenggara fintech lending atau pinjaman online (pinjol) yang tak patuh regulasi. Begitu juga dengan perusahaan yang terindikasi gagal bayar.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM, dan LJK Lainnya, Agusman, menyebut penyelenggara pinjol dengan tingkat wanprestasi tinggi memang tetap bisa menyalurkan pendanaan baru. Terutama selama belum dikenai sanksi administratif tertentu.
“Jika dalam proses analisis dan pembinaan ditemukan potensi risiko yang lebih serius seperti gagal bayar atau aspek pelanggaran terhadap ketentuan, OJK dapat mengenakan sanksi administratif, termasuk penghentian sementara penyaluran pendanaan dan pembatasan terhadap penerimaan Lender baru,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/7).
OJK memastikan pengawasan terhadap pelaku industri ini bakal dilakukan secara ketat, khususnya bagi yang memiliki Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP90) di atas ambang batas 5 persen.
"Apabila TWP90 telah mencapai ambang batas tersebut, OJK akan melakukan langkah pembinaan, antara lain melalui penerbitan surat pembinaan dan permintaan penyampaian rencana aksi (action plan) yang konkret untuk menurunkan tingkat wanprestasi,” ujarnya.
Hingga saat ini, beberapa penyelenggara fintech telah dikenai sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) akibat kasus gagal bayar. Dalam masa PKU tersebut, penyelenggara tidak diperbolehkan menyalurkan pendanaan baru sampai kewajiban diselesaikan dan ada perbaikan kinerja.

Kasus KoinP2P dan Pengawasan terhadap Borrower
Terkait kasus KoinP2P, OJK mengkonfirmasi penegakan hukum terhadap borrower yang diduga membawa kabur dana lender masih berjalan. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan aparat penegak hukum.
“Upaya penegakkan hukum mengenai borrower yang diduga membawa kabur uang lender sedang dilakukan, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” jelas Agusman.
Dia juga menyebut pengawasan terhadap borrower merupakan bagian dari kewajiban penyelenggara fintech. OJK telah mengatur penyelenggara wajib melakukan analisis dan verifikasi risiko secara menyeluruh.
"Analisis risiko pendanaan antara lain dilakukan dengan penilaian kelayakan dan kemampuan calon borrower untuk memenuhi kewajiban pembayaran dan kemampuan membayar kembali,” ujarnya.
Hal tersebut telah diatur dalam POJK 40/2024 dan SEOJK 19/2023 yang menjadi dasar pengawasan terhadap aktivitas penyelenggara.
Menanggapi kritik soal ledakan jumlah platform fintech lending khususnya Pinjaman daring (Pindar) dan dugaan lemahnya pengawasan, Agusman menegaskan pertumbuhan industri Pindar masih didorong oleh misi penguatan inklusi keuangan.
Namun demikian, OJK tetap meningkatkan pengawasan dan pengetatan regulasi untuk menutup celah yang ada.
"OJK juga terus melakukan upaya penguatan pengaturan dan pengawasan, termasuk menutup celah regulasi, antara lain melalui penerbitan POJK 40/2024 sebagai tindak lanjut amanat UU P2SK serta menyempurnakan POJK 10/2022 tentang Pindar,” terang Agusman.
Dilanjut Agusman, saat ini OJK tengah menyusun perubahan SEOJK 19/2023 sebagai aturan turunan dari POJK 40/2024. Kebijakan ini disusun untuk memperkuat industri Pindar ke depan sesuai Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Pindar 2023-2028.