
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pengawasan dan penegakan aturan di sektor pasar modal. Hingga akhir Juni, OJK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda total sebesar Rp 10,78 miliar kepada 14 pihak di pasar modal Indonesia.
Tak hanya itu, izin usaha dua perusahaan efek dicabut, satu izin perorangan juga ditarik, dan peringatan tertulis diberikan kepada delapan pihak lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Bursa Karbon, dan Keuangan Derivatif OJK Inarno Djajadi menyampaikan, langkah ini merupakan bagian dari upaya menjaga integritas pasar keuangan di tengah dinamika global dan domestik yang terus bergerak.
“Selama tahun 2025, OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 10,78 miliar kepada 14 pihak, pencabutan izin perorangan kepada 1 pihak, pencabutan izin usaha perusahaan efek kepada 2 perusahaan, dan peringatan tertulis kepada 8 pihak,” ujar Inarno dalam konferensi pers, Selasa (8/7).
Pasar Saham Melemah, Obligasi Menguat
Di tengah ketidakpastian geopolitik global dan tensi dagang internasional, pasar saham Indonesia mengalami pelemahan. Per 30 Juni 2025, IHSG turun 3,46 persen secara month to date ke level 6.927,68 dan melemah 2,15 persen secara year to date. Nilai kapitalisasi pasar juga turun menjadi Rp 12.178 triliun, melemah 1,95 persen month to date dan 1,28 persen year to date.

Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 8,38 triliun di Juni, dengan total outflow mencapai Rp 53,57 triliun sepanjang tahun 2025.
Namun, di pasar obligasi, situasi berbeda. Indeks ICBI justru menguat 1,18 persen dan investor non-residen mencatatkan net buy sebesar Rp 42,27 triliun secara year to date, meski ada net sell Rp 7,36 triliun di bulan Juni.
Industri pengelolaan investasi juga ikut terdampak tekanan pasar. Total asset under management (AUM) tercatat Rp 844,69 triliun, turun tipis 0,19 persen dibanding bulan sebelumnya, namun naik 0,87 persen dibanding awal tahun. Reksadana mencatat net subscription Rp 0,45 triliun bulan Juni, tapi secara keseluruhan masih mengalami net redemption Rp 2,02 triliun secara year to date.
Di sisi lain, aktivitas penggalangan dana masih cukup positif. Hingga akhir Juni, total penawaran umum mencapai Rp 142,6 triliun, termasuk Rp 8,49 triliun dari 16 emiten baru. Sementara itu, skema securities crowdfunding (SCF) terus berkembang.
“Sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 25 Juni 2025 terdapat 18 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 851 penerbitan efek dari 525 penerbit dan juga 182.635 pemodal serta total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSE sebesar Rp 1,6 triliun,” terang Inarno.
Derivatif dan Bursa Karbon Tumbuh
Pasar derivatif keuangan juga menunjukkan perkembangan. Hingga akhir Juni 2025, 97 pelaku dan 19 penyelenggara derivatif telah memperoleh izin prinsip dari OJK. Volume transaksi derivatif dengan aset dasar efek mencapai 591.381 transaksi, dengan nilai akumulasi Rp 1,309 triliun.
Pada bursa karbon, yang diluncurkan 26 September 2023, tercatat 112 pengguna jasa terdaftar hingga Juni 2025. Total volume transaksi karbon mencapai 1.599.322 ton CO₂, dengan nilai transaksi Rp 77,95 miliar.
Buyback Saham dan Aturan Baru
Sejak 20 Maret hingga 30 Juni 2025, terdapat 43 emiten yang berencana melakukan buyback saham tanpa RUPS, dengan alokasi dana maksimal Rp 22,54 triliun. Dari jumlah itu, 35 emiten telah mengeksekusi buyback dengan total Rp 3,38 triliun atau setara 14,98 persen dari alokasi dana.
Untuk penguatan regulasi, OJK telah menerbitkan SEOJK No.10/2025 tentang laporan kepemilikan dan aktivitas menjaminkan saham perusahaan terbuka secara elektronik. Saat ini, OJK juga sedang menyusun dua regulasi penting yakni:
1. RPOJK Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Efek yang berperan sebagai penjamin emisi dan perantara pedagang efek.
2. RPOJK Penyelenggara Kegiatan Usaha Manajer Investasi.