Lampung Geh, Bandar Lampung – Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkap sejumlah permasalahan pertanahan di Provinsi Lampung usai memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dihadiri Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-Lampung, pada Selasa (29/7).
Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam tersebut, Nusron menjelaskan, persoalan agraria di Lampung masuk kategori tinggi secara intensitas, baik berupa konflik antara masyarakat dan korporasi, masyarakat dan negara, maupun persoalan legalitas kepemilikan tanah.
“Masalah-masalah pertanahan di Lampung itu intensitasnya sangat tinggi. Maka penting sekali koordinasi ini karena Gubernur, Bupati, dan Wali Kota adalah ex officio Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah masing-masing,” ujar Nusron.
Berikut beberapa permasalahan yang disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN:
Pertama, masih terdapat 13 persen dari total 3,7 juta bidang tanah di Lampung sekitar 400.000 hektare yang sudah terpetakan tetapi belum terdaftar atau disertifikasi.
Hal ini disebabkan kendala pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh masyarakat.
"BPHTB itu kewenangan bupati dan wali kota. Maka tadi ada kesepakatan, warga miskin ekstrem akan mendapat pembebasan BPHTB, supaya sertifikasi tanah mereka bisa diproses," kata Nusron.
Kedua, masih ada sekitar 600.000 hektare lahan yang belum terpetakan dan belum terdaftar.
Nusron menyebut hal ini sangat rawan menimbulkan konflik pertanahan karena berpotensi tumpang tindih kepemilikan.
"Ini harus segera diselesaikan, bisa melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau metode lain," tegasnya.
Ketiga, sekitar 472.000 bidang tanah di Lampung masuk kategori kw456, yaitu sertifikat yang terbit antara tahun 1960–1997 tanpa dilengkapi peta kadaster.
Ketidaksesuaian data ini menjadi celah terjadinya sengketa.
“Kami meminta bupati, wali kota, lurah, dan kepala desa untuk menggerakkan warga agar melakukan pemutakhiran data sertifikat,” ungkapnya Nusron.
Keempat, percepatan sertifikasi tanah wakaf dan tempat ibadah menjadi perhatian khusus pemerintah pusat.
Nusron menekankan, tanah-tanah tersebut perlu kepastian hukum agar tidak digugat pihak lain di masa depan.
Kelima, pemerintah daerah diminta mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Keenam, dari target 132 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), baru 13 yang selesai.
“Masih kurang 119. Komitmen kita dalam tiga tahun ke depan harus tuntas. Biasanya berbasis kecamatan agar memudahkan investasi,” kata Nusron.