Jakarta, CNBC Indonesia - Rinto Maha, S.H., M.H., selaku advokat dan konsultan hukum pada kantor hukum Lazzaro Law Firm selaku kuasa hukum Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc., memberikan hak jawab atas pemberitaan CNBC Indonesia tertanggal 9 Mei 2025 dengan judul "Kronologi Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan, Negara Rugi Rp 300 Miliar serta di kanal YouTube CNBC Indonesia berjudul "Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan".
Berikut perinciannya:
Mengenai narasi "Akan tetapi, penandatanganan kontrak kerja sama tersebut dilakukan tanpa adanya anggaran Kemhan"
Tanggapan : Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc. hanya melaksanakan penandatanganan kontrak setelah DIPA tersedia, yakni pada Oktober 2016, bukan 1 Juli 2016 pada saat anggaran belum ada sebagaimana diberitakan atau dituduhkan.
Selain itu, penunjukan Navayo sebagai pihak ketiga juga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa
Tanggapan : Penunjukan Navayo selaku pemenang adalah wewenang Pengguna Anggaran dan telah disampaikan akhir tahun 2015 pada rapat terbatas dengan
Presiden Joko Widodo pada saat itu. Bahwa Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc. hanya bertugas sebagai PPK bukan pengambil keputusan utama dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Pertahanan, seluruh perencanaan, persetujuan alokasi anggaran, dan pengesahan kontrak berada pada otoritas Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Fakta hukum ini menjadikan tuduhan "bersekongkol" sebagai spekulasi yang tidak ditopang
bukti formil yang sah.
2. Tidak ada satu rupiah pun yang dibayarkan kepada Navayo - tidak ada kerugian negara aktual
Berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP tertanggal 12 Agustus 2022, nilai Rp306.829.854.917,72 yang disebut sebagai kerugian negara hanyalah estimasi
kewajiban dan belum pernah direalisasikan melalui pembayaran dari kas negara kepada pihak ketiga, dalam hal ini Navayo International AG.
Tidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan atas invoice yang diajukan Navayo. Dengan demikian, tidak terdapat kerugian aktual (actual loss)
sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 juga menegaskan bahwa kerugian keuangan negara harus nyata, pasti, dan aktual, bukan sekadar potensi kerugian. Laporan hasil audit BPKP yang menjadi batu pijakan penyidik Kejagung RI menetapkan klien kami sebagai tersangka menyebutkan bahwa:
a. Tagihan (invoice) senilai ± usd 16 juta yang diajukan Navayo belum pernah dibayarkan oleh Kemenhan.
b. Seluruh klaim kerugian negara bersifat potensi (potential loss), bukan kerugian nyata (actual loss).
Padahal, berdasarkan:
a. Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
b. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016, unsur kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata, pasti, dan aktual, bukan berdasarkan estimasi atau asumsi.
c. CoP (Certificate of Performance) yang menjadi dasar klaim invoice tersebut ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang. sesuai Permenhan No 17 Tahun 2014 pihak yang berwenang untuk memeriksa dan menerima hasil pekerjaan penyedia adalah Panitia Penerimaan Hasil Pekerjaan yang diangkat oleh Pengguna Anggaran, bukan klien kami ;
d. Perlu digarisbawahi diterimanya barang dari penyedia tidak sepengetahuan klien kami dan tidak menyetujui penerbitan CoP tersebut. Tuduhan "mengetahui tidak ada anggaran" bertentangan dengan fakta administratif dan kehati-hatian klien. Pernyataan bahwa klien tetap melanjutkan pengadaan meskipun mengetahui tidak ada anggaran, adalah fitnah yang bertentangan dengan kronologi administratif.
Faktanya:
a. Pada 1 Juli 2016, klien tidak menandatangani kontrak karena anggaran belum tersedia.
b. Kontrak baru ditandatangani Oktober 2016, setelah keluarnya:
- Revisi DIPA oleh Kementerian Keuangan (Surat No. S2569/AG/2016),
- Revisi RKA-KL oleh Dirjen Renhan Kemhan (11 Oktober 2016).
- dan pada saat sebelum menandatangani kontrak Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc terlebih dahulu mengirimkan surat permohonan petunjuk kepada Pengguna Anggaran selaku penanggung jawab anggaran ;
Ini membuktikan bahwa klien kami menjalankan prinsip kehati-hatian, bukan melakukan perbuatan melawan hukum atau adanya penyalahgunaan wewenang
pada saat menjabat.
Perlu kami berikan informasi klien kami bahkan tidak pernah mendatangi ke kantor Navayo di Eropa, sehingga narasi "bersekongkol" adalah tidak tepat, rekan media bisa meminta LHP BPKP tanggal 12 Agustus 2022 dan menemukan fakta yang sebenarnya ;
Bahwa klien kami Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc justru telah bersurat ke Navayo pada awal 2017 untuk menghentikan pengiriman barang karena struktur pelaksanaan belum lengkap. Ia juga menginisiasi adendum kontrak sebagai langkah administratif korektif.
yang paling jelas Laksamana Muda TNI (P) Ir. Leonardi, MSc bukanlah pihak yang berwenang untuk memenangkan Navayo, karena dalam Permenhan No 17 Tahun 2014 itu adalah wewenang Pengguna Anggaran, dan tindakan Leonardi untuk tidak menandatangani kontrak sebelum anggaran DIPA turun adalah bukti bahwa Mens Rea untuk menyalahgunakan wewenang tidak ada, Tapi alih-alih dihargai, ia justru dijadikan tersangka ;
Sementara itu, PA dan pejabat struktural lain yang seharusnya mengendalikan dan bertanggungjawab soal pelaksanaan, luput dari proses hukum. kami telah mempelajari fakta-fakta hukum atau dokumen-dokumen terkait perkara pengadaan satelit tersebut sebagai berikut :
1. Bahwa klien kami tidak membela wanprestasi atau kecurangan Navayo yang tidak memberikan jaminan pelaksanaan sebesar 5% dan kesepakatan mengenai transfer teknologi kepada PT. LEN, dan ;
2. Bahwa klien kami tidak pernah secara aktif untuk melobi/berkomunikasi dengan penyedia atau mendatangi kantor Navayo (buka LHP BPKP tanggal 12 Agustus
2025), Pemenang tender pengadaan barang dan jasa di atas 100 miliar rupiah berdasarkan aturan Permenhan Nomor 17 Tahun 2014 adalah kewenangan Pengguna Anggaran, dan ;
3. Bahwa kami mendukung agar proses penegakkan hukum yang dilakukan Kejagung dapat membuka fakta yang sebenarnya namun tidak mengorbankan
orang yang bekerja secara jujur ;
a. Kementerian Pertahanan belum membayar satu rupiah pun kepada Navayo International AG, sebagaimana juga tidak ditemukan dalam audit resmi BPKP;
b. Laporan hasil audit BPKP tertanggal 12 Agustus 2022 yang menjadi batu pijakan penyidik Kejagung RI menetapkan klien kami sebagai tersangka menyebutkan bahwa: Tagihan (invoice) senilai ± USD 16 juta yang diajukan Navayo BELUM PERNAH DIBAYARKAN OLEH KEMENHAN.
Seluruh klaim kerugian negara bersifat potensi (potential loss), bukan kerugian nyata (actual loss) ;
Padahal, berdasarkan:
1. Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016,
3. Unsur kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata, pasti, dan aktual, bukan berdasarkan estimasi atau asumsi. Maka, menyimpulkan adanya "pengadaan palsu atau invoice palsu" tanpa pembayaran adalah bentuk kriminalisasi berbasis asumsi.
CoP (Certificate of Performance) yang menjadi dasar klaim invoice tersebut ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang atas perintah seseorang yang tertuang dalam BAP penyidik dan LHP, di mana seharusnya penerimaan hasil pekerjaan oleh penyedia / pelaksana pekerjaan diterima dan diperiksa kelaikan oleh tim khusus yang dibentuk oleh Pengguna Anggaran yakni Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, sebagaimana dimaksud pada Permenhan No 17 Tahun 2014 hal tersebut bukan tanggung jawab PPK semata, dalam pelaksanaan Pasal 11 Permenhan No 17 Tahun 2014 peran masing-masing pejabat administratif untuk pengadaan barang dilingkungan Kemenhan dan TNI telah diatur secara lengkap, ada pihak yang mengatur proses pengadaan namanya Unit Layanan Pengadaan, ada pihak yang bertugas untuk membuat komitmen / kontrak pengadaan kepada penyedia itu disebut PPK, ada pihak yang bertugas untuk memeriksa dan menerima hasil pekerjaan yang disebut Panitia Penerima hasil Pekerjaan / PPHP kalau didaerah disebut PHO, dan ada Tim Evaluasi Pengadaan / TEP, yang kesemua peran dan tugas diatas diangkat oleh Pengguna Anggaran, lalu kenapa hanya Laksamana Muda TNI (P) Leonardi seorang yang menjadi tersangka dalam perkara ini, bukankah ada pihak-pihak yang telah kami uraikan di atas?
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penjualan Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Tembus Rp5,5 T, Ini Rinciannya