
KPK menyoroti pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai ada beberapa poin di antaranya melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan KUHAP seharusnya merupakan roh dari sistem peradilan di Indonesia. Oleh karenanya, revisi KUHAP dipandang harus mengakomodir sejumlah hal.
“(KUHAP) saya anggap sebagai roh atau nyawa dari sistem peradilan pidana yang ada di Indonesia,” ujarnya di gedung KPK, Jakarta Selatan pada Kamis (31/7).
“Oleh karena itu kita semuanya sepakat pasti bahwa ini isinya harus betul-betul sesuai dengan situasi, kondisi, dengan berbagai macam perkembangan dan lain-lain supaya bisa mengakomodir secara subjek maupun objek,” tambahnya.
Sebelumnya, KPK beberapa kali mengungkap bahwa ada beberapa Pasal di RKUHAP yang tidak sinkron dengan kewenangan KPK di Undang-Undang KPK. Kini, total ada 17 poin yang jadi sorotan mereka.
Hari ini pun KPK mengadakan diskusi bersama akademisi dan koalisi masyarakat sipil untuk membahas substansi-substansi pasal yang mereka sorot.
“Itu adalah bagian untuk mengantisipasi segala sesuatu yang sifatnya nanti bisa bahasanya bisa merugikan, mengurangi kewenangan dan lain-lain,” ujar Setyo.
“Jadi harapannya ini nanti akan dikomunikasikan dengan pemerintah, dengan legislatif supaya mereka atau beliau-beliaunya nanti terinformasi bahwa ada hal krusial yang harus dipedomani dan harus dipertimbangkan serta dipikirkan sebelum nanti diputuskan hukum acara tersebut,” tambahnya.
Adapun 17 poin yang disorot KPK antara lain adalah definisi penyelidikan yang dinilai mengurangi peluang operasi tangkap tangan (OTT), pencegahan keluar negeri hanya boleh untuk tersangka, hingga RKUHAP dinilai menggerus status lex specialis KPK.
Setyo pernah mengungkap bahwa dirinya dan lembaga antirasuah tak diajak dalam penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) RKUHAP yang dipimpin Wamenkum, Eddy Hiariej.
Ia mengaku tidak mengetahui acara penandatanganan DIM RKUHAP yang berlangsung di Kementerian Hukum (Kemenkum) pada 23 Juni 2025 lalu.
"Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan," kata Setyo kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7).
Terkait hal itu, Eddy menyebut kini RKUHAP sudah menjadi kewenangan Komisi III DPR RI. Sedangkan Komisi III menilai, KPK seharusnya membuka dialog bersama pemerintah terkait 17 poin keberatan mereka.
KPK sudah bersurat ke pemerintah dan pimpinan DPR RI untuk audiensi terkait pasal-pasal yang menjadi keberatan. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan tentang audiensi tersebut.