
Dalam kasus korupsi kuota haji di Kementerian Agama pada 2023-2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap biaya haji khusus dijual seharga Rp300 juta per orang. Sementara, biaya haji furoda dihargai hingga Rp1 miliar per orang.
“Informasi yang kami terima itu yang haji khusus di atas Rp100 jutaan, atau hingga Rp300 juta gitu ya. Bahkan, ada yang haji furoda, itu hampir menyentuh angka Rp1 miliar per kuota atau per orang,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8).
Kendati demikian, dia mengatakan biaya haji untuk para jemaah dalam kasus tersebut tidak bisa dipukul rata, termasuk biaya yang disetorkan ke pihak yanh terlibat di Kemenag.
“Jadi, untuk masing-masing orang enggak bisa dipukul rata. Ini beda-beda. Tergantung dari kemampuan karena tidak pernah dipatok,” jelasnya.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025. Pengumuman tersebut dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
KPK pada 11 Agustus 2025, mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Hingga 25 Agustus 2025, KPK belum memanggil seorang pun untuk menjadi saksi kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi. Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (Ant/E-3)