
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Indonesia Timur, khususnya Papua, masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu hambatan utama adalah minimnya keterlibatan mitra pelaksana di daerah tersebut.
"Ya karena gini, jarang ada mitra mau masuk di Papua," ujar Dadan kepada wartawan usai rapat tertutup bersama Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/7).
Dia menjelaskan selama ini BGN masih mengandalkan skema kemitraan untuk wilayah-wilayah padat penduduk. Namun, untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) seperti Papua, program akan lebih banyak ditopang langsung oleh APBN.
"Kalau di daerah di mana ada agregasi penduduk, aglomerasi, itu pasti mitra. Tetapi di daerah-daerah yang terpencil, itu dana APBN yang masuk," lanjutnya.

Saat ini, jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur di Papua yang telah beroperasi baru mencapai 63 unit.
Padahal, berdasarkan estimasi BGN, Papua setidaknya membutuhkan 411-600 dapur MBG yang potensial agar bisa menjangkau seluruh wilayah dan memenuhi pelayanan ideal, yakni satu SPPG untuk setiap 3.000 penerima manfaat.
Dia mengakui selama ini koordinasi antara BGN dan pemerintah daerah di Papua masih belum optimal. Namun hal tersebut bakal segera dibenahi melalui pertemuan besar yang dijadwalkan dalam waktu dekat.
"Kami kedatangan beberapa wakil bupati, dan kami sepakat bahwa tanggal 20-an (Juli) kami akan undang seluruh gubernur Papua. Termasuk seluruh kepala daerah Papua ke Jakarta," ujar Dadan.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyusun strategi percepatan pelaksanaan program MBG di Papua, yang ditargetkan mulai berjalan secara intensif pada Agustus 2025.