
Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menyatakan bahwa uang yang disita dari para terdakwa korporasi kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) bukan uang jaminan.
Hal itu menjawab klaim dari Wilmar Group—salah satu terdakwa korporasi—usai penyitaan uang sebesar Rp 11,8 triliun pada Selasa (17/6) lalu.
Pada hari ini, Rabu (2/7), Kejagung kembali menyita uang sebesar Rp 1,3 triliun dari dua terdakwa korporasi lainnya, yakni Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. Total terdakwa korporasi dari kedua grup itu yakni 12 perusahaan. Terdiri dari 7 perusahaan dari Grup Musim Mas dan 5 perusahaan dari Grup Permata Hijau.
Dalam penyitaan kali ini, terdapat 6 perusahaan dari dua grup itu yang menitipkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1.374.892.735.527,46 (Rp 1,3 triliun). Sehingga totalnya uang dari dua kali setoran dan penyitaan itu sekitar Rp 13 triliun.

Dalam kesempatan itu, Sutikno pun menegaskan bahwa uang sitaan itu disetor oleh para terdakwa ke Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus Kejagung. Uang itu, kata dia, dititip sebagai pembayaran ganti rugi terhadap kerugian negara yang ditimbulkan oleh masing-masing terdakwa korporasi.
"Ini mungkin saya juga luruskan juga, ya. Enggak ada istilah jaminan, ya. Ini [uang yang disita] adalah uang titipan yang dikirim mereka ke RPL Kejaksaan," kata Sutikno dalam konferensi pers, Rabu (2/7).
"Di surat mereka adalah uang titipan untuk membayar ganti rugi terhadap kerugian negara yang ditimbulkan. Terhadap uang tersebut, kami lakukan penyitaan," jelas dia.
Sutikno menjelaskan, penyitaan itu dilakukan agar menjadi bahan pertimbangan dalam memori kasasi yang kini tengah diajukan oleh Kejagung ke Mahkamah Agung (MA).
"Kenapa kami sita? Kan begitu pertanyaan berikutnya. Kalau enggak kita sita, nanti uang ini mau diapakan, di putusan [kasasi] enggak akan bunyi. Setelah kita sita, makanya kita berikan tambahan memori kasasi yang menjelaskan tentang uang yang kita sita ini," tutur dia.
"Supaya apa? Supaya uang yang kita sita ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkara tersebut, dari memori kasasi yang sebelumnya. Sehingga, nanti di putusan kasasinya, uang ini akan bunyi, dikemanakan itu sesuai dengan nanti putusan kasasinya," imbuhnya.

Pada beberapa waktu lalu, Kejagung juga memamerkan uang sebesar Rp 2 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group. Uang yang dipamerkan itu bagian dari Rp 11,8 triliun yang disetorkan Wilmar Group ke Kejagung. Uang itu kemudian disita.
Akan tetapi, dalam pernyataan resminya, Wilmar menyebut bahwa uang sebesar Rp 11,8 triliun itu merupakan uang jaminan yang diminta oleh pihak Kejagung.
Belum ada keterangan dari Grup Musim Mas dan Grup Permata Hijau atas setoran uang tersebut.
Adapun kasus CPO ini berawal ketika Kejagung menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana dan eks Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dan sejumlah pihak lainnya sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Pengadilan pun sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada kelimanya.
Dalam perkembangannya, Kejagung menemukan dugaan keterlibatan korporasi. Ada tiga grup korporasi minyak goreng yang kemudian dijerat sebagai terdakwa, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dalam sidang, JPU menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan uang pengganti. Berikut rinciannya:
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.
Lalu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.
Bagi terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1. Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.
Namun, dalam sidang putusan, ketiga grup korporasi tersebut dinyatakan bersalah, tetapi hakim menilainya bukan suatu tindakan pidana. Dengan begitu, ketiganya dijatuhi vonis lepas atau ontslag oleh Majelis Hakim. Saat ini, Kejagung sedang mengajukan kasasi.
Imbas vonis lepas itu, Kejagung kemudian mengendus adanya dugaan suap di balik putusan tersebut. Dalam pengusutan kasus itu, sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung.
Para tersangka dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Sementara, untuk pihak penerima suap ada lima orang tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.