
Eks Stafsus mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan, masih mangkir dari panggilan pemeriksaan Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Dalam kasus ini, Jurist Tan sudah berstatus tersangka.
Ia telah mangkir sebanyak tiga kali. Kejagung pun tengah memproses status daftar pencarian orang (DPO) untuk Jurist Tan.
“Sedang proses. Sudah dalam proses,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, pada Rabu (30/7).
Anang tak menjelaskan banyak soal proses status DPO Jurist Tan ini. Ketika ditanya apakah sudah berkoordinasi dengan Polri, Anang menyebut akan dikabarkan secepatnya.
“Mungkin dalam waktu dekat nanti kami kabari pastinya. Yang jelas, on process,” ujar Anang.
Dalam kasusnya, Jurist Tan disebut memiliki peran aktif dalam proses pengadaan laptop tersebut.
Pada Agustus 2019, ia disebut bersama dengan Nadiem dan Fiona Handayani—stafsus Nadiem lainnya—membentuk grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team". Sejak saat itu, mereka membahas rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila Nadiem jadi menteri.
Pada Oktober 2019 Nadiem kemudian diangkat menjadi menteri. Jurist merupakan perwakilan Nadiem dalam membahas teknis pengadaan laptop Chromebook, termasuk saat membahasnya bersama Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) pada Desember 2019.
Jurist kemudian merupakan pihak yang menghubungi Ibrahim Arief dan seseorang berinisial YK dari PSPK untuk membuatkan kontrak kerja bagi Ibrahim Arief. Ibrahim Arief diangkat sebagai pekerja di PSPK yang bertugas sebagai konsultan teknologi di Warung Teknologi di Kemendikbudristek.
Kemudian Jurist selaku stafsus memimpin rapat-rapat terkait pengadaan ini. Dalam salah satu rapat, ia meminta Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; dan Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; serta Ibrahim Arief agar pengadaan laptop menggunakan Chromebook.
Padahal, stafsus menteri tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.
Pada Februari dan April 2020, Nadiem bertemu dengan pihak Google, yakni WKM dan PRA membicarakan pengadaan laptop tersebut. Setelahnya, Jurist yang melanjutkan pertemuan membicarakan hal teknis. Di antaranya, soal co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek.
Jurist kemudian menyampaikan soal co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek apabila pengadaan TIK Tahun 2020 sampai 2022 menggunakan Chrome OS.
Pada 6 Mei 2020, Jurist hadir bersama dengan tiga tersangka lain dalam Zoom meeting yang dipimpin oleh Nadiem. Dalam momen itu, Nadiem memerintahkan agar pelaksaan pengadaan laptop pakai Chromebook.
Jurist Tan belum berkomentar terkait penetapan tersangka maupun perihal perkara yang menjeratnya tersebut.
Kasus Chromebook
Adapun kasus dugaan pengadaan laptop di Kemendikbudristek terjadi pada 2019-2024. Selain Jurist Tan, sudah ada 3 tersangka lainnya.
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun.
Namun, pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet. Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga ada ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.