
Kejaksaan Agung kembali menyita Rp 1,3 triliun uang terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Uang tersebut kemudian dipamerkan dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (2/7).
Lantas seperti apa pengamanannya?
"Ya kan ada sekuritinya semuanya. Coba dilihat dulu di sana, kan ada yang mengamankan, ada protap, proses, prosedur itu berjalan semuanya," kata Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, kepada wartawan, Rabu (2/7).
Sutikno mengatakan, uang-uang ini memang sengaja ditampilkan sebagai bentuk transparansi kepada publik. Dia berharap, masyarakat juga terus memberikan dukungan kepada Kejaksaan dalam memberantas korupsi.
"Di saat uang enggak kita tunjukkin ke masyarakat bilang, perkara yang ditangani gede tapi enggak ada isinya. Jadi kita tampilin duit seperti ini," jelas dia.
"Ini harapan kami supaya masyarakat tetap mendukung kami dengan caranya sendiri. Supaya apa? Ya, indikasi-indikasi korupsi bisa digerus karena masyarakat bisa tahu," ungkapnya.

Kejaksaan Agung hari ini kembali memamerkan uang tunai hasil sitaan terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Kali ini yang dipamerkan ada uang tunai sebesar Rp 1.374.892.735.527,46 (Rp 1,3 triliun).
Uang itu disita dari terdakwa korporasi dalam kasus tersebut, Musim Mas sama Permata Hijau. Total terdakwa korporasi dari kedua grup itu ada 12 perusahaan. Terdiri dari 7 perusahaan dari Grup Musim Mas dan 5 perusahaan dari Grup Permata Hijau.
Adapun berdasarkan pantauan di lokasi, uang senilai Rp 1,3 triliun tersebut tampak disusun rapi dan bertumpuk di sekeliling meja konferensi pers. Uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu tampak dibungkus dengan plastik. Anggota TNI bersenjata tampak berjaga di sekitar tumpukan uang tersebut.

Beberapa waktu lalu, Kejagung juga memamerkan uang sebesar Rp 2 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group. Uang yang dipamerkan itu bagian dari Rp 11,8 triliun yang disetorkan Wilmar Group ke Kejagung. Uang itu kemudian disita.
Penyitaan uang Rp 11,8 triliun dan Rp 1,3 triliun itu kemudian dimasukkan ke dalam memori kasasi yang sedang diajukan Kejaksaan Agung.
Kasus CPO ini berawal ketika Kejagung menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana dan eks Tim Asistensi Menko Bidang Ekonomi, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dan sejumlah pihak lainnya sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Pengadilan pun sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada kelimanya.
Dalam perkembangannya, Kejagung menemukan dugaan keterlibatan korporasi. Ada tiga grup korporasi minyak goreng yang kemudian dijerat sebagai terdakwa, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dalam sidang, JPU menuntut para terdakwa agar membayar sejumlah denda dan uang pengganti. Berikut rinciannya:
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur PT Wilmar Group, Tenang Parulian dapat disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi, Tenang dikenakan subsider pidana penjara 19 tahun.

Lalu, Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta pengendali lima korporasi di bawah Permata Hijau Group, David Virgo dapat disita dan dilelang. Bila tidak mencukupi, ia dikenakan subsider penjara selama 12 bulan.
Bagi terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1. Jika tidak dibayarkan, harta milik Direktur Utama Musim Mas Group, Gunawan Siregar dan sejumlah pihak pengendali korporasi di bawah Musim Mas Group dapat disita dan dilelang. Bila tidak cukup, mereka mendapatkan subsider penjara masing-masing selama 15 tahun.
Namun, dalam sidang putusan, ketiga grup korporasi tersebut dinyatakan bersalah, tetapi hakim menilainya bukan suatu tindakan pidana. Dengan begitu, ketiganya dijatuhi vonis lepas atau ontslag oleh Majelis Hakim. Saat ini, Kejagung sedang mengajukan kasasi.

Imbas vonis lepas itu, Kejagung kemudian mengendus adanya dugaan suap di balik putusan tersebut. Dalam pengusutan kasus itu, sudah ada delapan tersangka yang dijerat penyidik Kejagung.
Para tersangka dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Sementara, untuk pihak penerima suap ada lima orang tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.