REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto pada Jumat (15/8/2025) pagi berpidato di depan Sidang Tahunan MPR, terkait HUT RI ke-80. Dalam pidato selama lebih dari satu jam itu, Presiden Prabowo sempat mengungkapkan 'keanehan-keanehan' yang ada di Indonesia.
Presiden ketika itu sedang membahas bagaimana Indonesia menguasai dan mengelola kekayaan alamnya. Indonesia ia akui adalah negara yang sangat kaya sumber daya alam. Namun dalam perjalanan sampai saat ini, Prabowo mengakui ada kesalahan-kesalahan dalam mengelola sumber daya alam itu.
Karena itu, Kepala Negara menegaskan, segenap bangsa harus berani mengkoreksi kalau sudah mengambil langkah yang keliru.
"Sungguh aneh, negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng," kata Prabowo dengan tegas.
Ia lanjutkan, "Sungguh aneh, kita subsidi pupuk, subsidi alat pertanian, subsidi beras, tapi harga pangan tidak terjangkau oleh sebagian rakyat kita."
Menurut Prabowo, keanehan-keanehan ini bisa terjadi karena terdapat distorsi dalam sistem ekonomi Indonesia. Sistem ekonomi yang diamanatkan oleh UUD
1945, terutama di Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan 4, kata Presiden, telah kita abaikan. "Seolah-olah ayat-ayat dalam pasal itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad ke-21 ini."
Prabowo mengatakan, pemerintahannya sudah mempelajari secara mendalam, sehingga berkeyakinan UUD 1945 kita terutama pasal-pasal pengaman, seperti Pasal 33 Ayat 1, 2, 3, dan 4, adalah justru benteng pertahanan ekonomi.
Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Prabowo mengatakan, ketika kita tidak konsekuen menjalankan UUD 1945 kita, terjadilah distorsi ekonomi. Distorsi ini memicu pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan berkualitas. Presiden mengakui, yang menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia memang hanya segelintir orang saja.
"Terjadilah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen selama tujuh tahun terakhir tidak tercermin dalam kondisi nyata rakyat Indonesia," kata Presiden.