
Sebanyak 24 bayi jadi korban sindikat perdagangan manusia jaringan luar negeri. Tersangka yang berjumlah 13 orang mengeklaim, bayi itu diperdagangkan untuk diadopsi ke Singapura.
Kasus tersebut saat ini tengah diusut oleh Polda Jawa Barat. Para tersangka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan ancaman 15 tahun penjara.
Para pelaku mendapatkan bayi dengan cara "membeli" semasa bayi di kandungan ibunya. Bayi kemudian dirawat di Bandung, dibawa ke Pontianak untuk diuruskan administrasinya termasuk paspor, lalu dibawa ke Singapura untuk diserahkan kepada pembeli.

Dari 24 bayi yang menjadi korban sindikat perdagangan orang ini, enam di antaranya bisa diselamatkan.
Terkait kasus yang menghebohkan ini, sebenarnya bagaimana aturan dalam mengadopsi anak?

Dikutip dari UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002, disebutkan bahwa pengangkatan anak atau adopsi hanya dapat dilakukan untuk kepentingan anak tersebut.
Hal itu diatur dalam Pasal 39 UU Perlindungan Anak:
Pasal 39
(1) Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
(2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
(3) Calon Orang Tua angkat harus se-agama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
(4) Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(4a) Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).
(5) Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Aturan terkait pengangkatan anak ini diatur lebih detail dalam PP 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Dalam PP tersebut diatur bahwa pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.

Boleh untuk WNA
Pengangkatan anak juga boleh oleh WNA, tetapi itu merupakan opsi terakhir.
"Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir," demikian bunyi Pasal 5 PP tersebut.
Pengangkatan anak juga harus melalui penetapan pengadilan. Baik itu pengangkatan anak berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat ataupun secara resmi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Khusus pengangkatan anak oleh WNA, harus berdasarkan penetapan pengadilan.
Lantas, apa saja syarat pengangkatan anak?
Pasal 12
(1) Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:
a. belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
d. memerlukan perlindungan khusus.
(2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
c. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.
Pasal 13
Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:
a. sehat jasmani dan rohani;
b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;
d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
f. tidak merupakan pasangan sejenis;
g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan
m. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Pasal 14
Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, harus memenuhi syarat:
a. memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;
b. memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan
c. melalui lembaga pengasuhan anak.