REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT – Militer Israel menghancurkan sekitar 3.000 pohon zaitun di sebuah desa dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki. Sementara warga Palestina menghadapi gelombang kekerasan yang terus berlanjut di seluruh wilayah tersebut akibat perang Israel di Gaza.
Militer Israel telah mengeluarkan perintah untuk mencabut pohon zaitun di area seluas 270 m persegi di al-Mughayyir, sebuah desa berpenduduk sekitar 4.000 penduduk di timur laut Ramallah.
Tentara mengamini tindakan tersebut dengan mengatakan pohon-pohon tersebut merupakan “ancaman keamanan” terhadap jalan utama pemukiman Israel yang melintasi lahan desa. Penghancuran tersebut dilakukan ketika al-Mughayyir telah dikepung sejak Kamis setelah seorang pemukim Israel mengatakan dia ditembak di daerah tersebut.
Wakil kepala dewan desa, Marzouq Abu Naim, mengatakan kepada kantor berita Palestina WAFA bahwa tentara Israel telah menyerbu lebih dari 30 rumah sejak fajar pada Sabtu, menghancurkan properti dan kendaraan warga.
Pada Ahad malam, menurut WAFA, pemukim ilegal Yahudi di bawah perlindungan pasukan pendudukan Israel, menyerang desa Al-Mughayyir. WAFA melaporkan puluhan penjajah menyerbu kawasan desa Khalayel, menyerang ruang pertanian milik keluarga Abu Hamam, dan berusaha menyerang anggota keluarga.
Tidak ada korban luka yang dilaporkan. Pasukan pendudukan terus meratakan sebagian besar tanah Palestina di desa tersebut selama empat hari berturut-turut untuk membuka jalan kolonial baru.
Pada Kamis malam, Panglima Komando Pusat IDF, Mayjen Avi Bluth, mendeklarasikan pencabutan pohon zaitun sebagai hukuman kolektif, sebuah kejahatan perang merujuk PBB. Ia mengatakan bahwa al-Mughayyir akan “membayar harga yang mahal” atas serangan pada hari sebelumnya.
“Setiap desa dan setiap musuh perlu mengetahui bahwa jika mereka melakukan serangan terhadap penduduk [Israel], mereka akan menanggung akibat yang besar; mereka akan dikenakan jam malam, mereka akan mengalami penutupan, dan mereka akan mengalami 'operasi pembentukan',” katanya dilansir the Times of Israel. Operasi pembentukan tampaknya mengacu pada pencabutan pohon.
Selama beberapa dekade, militer Israel telah mencabut pohon zaitun – simbol budaya penting Palestina – di seluruh wilayah pendudukan Palestina sebagai bagian dari upaya negara tersebut untuk merebut tanah Palestina dan menggusur paksa penduduknya.
Tepi Barat juga mengalami peningkatan kekerasan militer dan pemukim Israel sejak Israel melancarkan perangnya di Gaza pada Oktober 2023, dan puluhan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Lebih dari 2.370 serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina telah dilaporkan di seluruh wilayah tersebut sejak Januari 2024 hingga akhir Juli tahun ini, menurut angka terbaru dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Jumlah serangan tertinggi – 585 – tercatat di wilayah Ramallah, diikuti oleh 479 serangan di wilayah Nablus di Tepi Barat bagian utara.
Setidaknya 671 warga Palestina, termasuk 129 anak-anak, juga telah dibunuh oleh pasukan Israel dan pemukim Israel di Tepi Barat dalam periode waktu yang sama, kata OCHA. Militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai pencabutan pohon zaitun di al-Mughayyir.
Hamza Zubeidat, seorang peneliti Palestina, mengatakan penghancuran tersebut adalah bagian dari upaya “berkelanjutan” Israel untuk memaksa warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
"Kita harus jelas bahwa sejak tahun 1967, Israel masih menerapkan rencana yang sama yaitu mengusir penduduk Palestina dari pedesaan dan kota-kota di Tepi Barat. Apa yang terjadi saat ini hanyalah proses berkelanjutan dari penggusuran warga Palestina. Ini bukan proses baru yang dilakukan Israel," kata Zubeidat kepada Al Jazeera.
Dia mencatat bahwa al-Mughayyir memiliki sejarah pertanian yang panjang dan, seperti desa-desa lain di Tepi Barat, hampir seluruhnya bergantung pada pertanian dan peternakan sebagai sumber pendapatan utama mereka. “Daerah di mana lebih dari 3.000 pohon zaitun tumbang adalah salah satu daerah paling subur di wilayah Ramallah,” jelas Zubeidat.
“Mencabut pohon, menyita sumber air, memblokir dan menghalangi warga Palestina mengakses lahan pertanian dan sumber air berarti semakin besarnya kerawanan pangan dan air.”